Dr. Drs. M. Sayuti Dt. Rajo Pangulu, M.Pd.
Ketua Pujian ABS-SBK HAM/ Dosen Univ. Bung Hatta
Pusat Kajian Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah Hukum Adat Minangkabau yang disingkat PUJIAN ABS-SBK HAM kembali mengamati dan mengkaji pertanyaan, benarkah Organisasi Masyarakat atau Ormas bikin cemas? Munculnya pertanyaan ini disebabkan oleh viralnya berita tentang adanya ormas yang berlagak premanisme.
Sebenarnya apapun ormasnya tujuannya bila sudah berbadan hukum pasti baik karena sudah melalui seleksi dan koreksi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia atau Kemenkumham RI. Kalau ada yang menuduh Ormas preman tidak tepat juga tuduhan itu. Kalau ada mungkin oknum anggota Ormas itu yang berperilaku premanisme. Mengapa premanisme termasuk mencemaskan masyarakat? Benarkah pereman sudah mencemaskan saat ini?
Kalau kita baca di media sosial atau ditonton di televisi memang ada beberapa daerah di Indonesia bahwa Ormas ada yang mencemaskan masyarakat. Pemerintah sendiri juga merasa cemas. Akibatnya Pemerintah membentuk Satgas Terpadu Penanganan Premanisme dan Ormas Meresahkan atau mencemaskan semua kalangan. Satgas terdiri dari TNI, Polri, Badan Intelijen Negara atau BIN hingga Badan Intelijen Strategis, BAIS. Satgas ini dipimpin oleh Menteri Koordinator bidang politik dan keamanan Budi Gunawan.
Sekarang satgas sudah mulai bekerja di daerah daerah yang dianggap mencemaskan masyarakat. Dalam kultur budaya Minangkabau juga ada preman. Secara etimologi preman terdiri dari dua kata free artinya bebas, man artinya manusia freeman diucapkan preman, yang berarti manusia bebas. Ada juga orang mengatakan parewa juga bersamaan artinya dengan pareman.
Dalam budaya Minangkabau, kata “preman” atau “pareman” (dalam bahasa Minang) memiliki makna yang sedikit berbeda dari pengertian umum. Secara tradisional, preman di Minangkabau adalah sosok yang bisa memiliki pengaruh dan bahkan terkadang bertindak sebagai penegak hukum adat di suatu wilayah. Namun, mereka juga bisa dianggap sebagai orang yang melanggar hukum adat, tergantung pada konteks dan tindakan mereka.
Lebih detail, berikut adalah beberapa aspek terkait preman dalam budaya Minangkabau: Pertama, Peran dan Pengaruh. Preman bisa memiliki pengaruh yang signifikan dalam masyarakat, terutama di tingkat lokal (nagari). Mereka bisa menjadi tokoh yang didengar dan dihormati karena kemampuan mereka untuk menyelesaikan masalah atau menegakkan hukum adat. Namun, pengaruh mereka juga bisa digunakan untuk tindakan yang melanggar hukum adat, seperti melakukan tindakan kekerasan atau memaksa.
Kedua, Pelanggaran Hukum Adat. Dalam beberapa konteks, preman bisa dianggap sebagai pelanggar hukum adat karena tindakan mereka yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat Minangkabau. Contoh pelanggaran hukum adat yang bisa dilakukan preman adalah tindakan kekerasan, pemerasan, atau bahkan penyelewengan harta pusaka; Ketiga, Konteks dan Definisi. Definisi preman bisa bervariasi tergantung pada konteks dan situasi. Di beberapa daerah, preman bisa dianggap sebagai tokoh yang penting dan dihormati, sedangkan di daerah lain mereka bisa dianggap sebagai penjahat. Dalam bahasa Minang, kata “pareman” juga bisa digunakan untuk merujuk pada seseorang yang sedang mabuk atau tidak waras.
Keempat, Perbandingan dengan Penegak Hukum Adat. Preman bisa dipandang sebagai bentuk penegakan hukum adat yang tidak resmi atau tidak sah. Penegak hukum adat yang sah biasanya adalah tokoh adat (penghulu) yang dipilih dan diakui oleh masyarakat. Preman bisa bertindak sebagai penegak hukum adat secara mandiri tanpa melalui mekanisme yang sah. Aksi premanisme yang berbalut organisasi kemasyarakatan (ormas) merajalela. Aktivitas mereka ini mengganggu kegiatan perekonomian. Pembangunan pabrik mobil listrik asal Cina, BYD, di Subang, Jawa Barat mendapatkan gangguan dari sejumlah ormas di sana. Produsen mobil listrik Vietnam, Vinfast, pun merasakan hal yang sama dimintai pungutan liar (pungli) dan para pekerjanya terkena intimidasi.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengatakan, premanisme akan menyebabkan iklim investasi Indonesia menjadi buruk. Akibatnya, investor akan ogah berinvestasi di tanah air. “(Premanisme) itu pasti akan mengganggu upaya kita untuk menciptakan iklim investasi yang bagus” kata dia pada April lalu.
Menurut laporan World Bank Enterprise Survey 2023, pungli kerap terjadi terhadap kegiatan bisnis di Indonesia. Bukan hanya ormas, pungli juga terjadi di birokrasi dalam pengurusan perizinan maupun pajak. Menurut laporan tersebut, sebanyak 28% perusahaan yang menjadi responden mengakui pernah mengalami pungli saat membuat izin konstruksi dan 14% responden mengalami pungli saat bertemu petugas pajak. Selain masalah pungli, masalah ketidakpastian hukum dan birokrasi rumit juga disebabkan iklim investasi di Indonesia jadi tak moncer. World Bank B-Ready, indeks kemudahan berbisnis yang dirilis tahunan mencatat bahwa iklim investasi di Indonesia tak sebaik Vietnam. (*)










