PADANG, HARIANHALUAN.ID — Desakan penetapan status darurat bencana nasional kian menguat dari berbagai penjuru Pulau Sumatera, menyusul rangkaian bencana hidrometeorologi yang memporak-porandakan Aceh, Sumut, dan Sumbar selama sepekan lalu.
Gelombang kritik terbaru datang dari Lembaga Bantuan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBH-YLBHI) se-Sumatera, yang menilai situasi ekologis dan kemanusiaan telah berada pada tahap luar biasa, sehingga tak lagi bisa ditangani dengan kapasitas daerah.
Dalam siaran pers yang dirilis bersama, LBH dari Banda Aceh, Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, hingga Bandar Lampung menilai pemerintah pusat gagal mengendalikan kerusakan lingkungan dan tata kelola kawasan hutan yang menjadi sumber bencana berulang.
Mereka menyebut pemerintah terlalu fokus pada penanganan pascabencana, namun abai terhadap akar persoalan, yakni degradasi lingkungan akibat deforestasi, ekspansi industri ekstraktif, serta maraknya praktik ilegal yang lama dibiarkan.
“Sumatera kehilangan paru-parunya. Padang tak lagi mampu menampung udara dan air,” demikian salah satu petikan rilis yang menggambarkan betapa akutnya kondisi ekologis di pulau ini.
LBH-YLBHI menegaskan banjir bandang yang mematikan bukanlah semata disebabkan curah hujan ekstrem, melainkan runtuhnya fungsi resapan air pada kawasan hutan yang sudah lama dikapling untuk tambang, perkebunan, dan konsesi lainnya.














