PADANG, HARIANHALUAN.ID — Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal Sumatera Barat, Cerint Iralloza Tasya, menilai penetapan status bencana nasional bukan semata soal percepatan kucuran anggaran. Hal yang lebih penting adalah terbentuknya satu komando penanganan yang jelas. “Tanpa itu, daerah akan terus berjalan sendiri-sendiri dalam mengatasi persoalan di wilayah masing-masing, yang berpotensi menimbulkan tumpang tindih kebijakan,” tuturnya kepada Haluan Senin (8/12) di Padang.
Cerint mengungkapkan bahwa dirinya telah menerima banyak keluhan dari kepala daerah di Sumbar. Para kepala daerah merasa kewalahan ketika harus menangani bencana dengan anggaran terbatas. Di satu sisi mereka dituntut untuk bergerak cepat, namun di sisi lain kemampuan fiskal daerah tidak cukup menopang kebutuhan penanganan dan pemulihan jangka panjang.
“Beban para kepala daerah semakin berat karena mereka juga harus merencanakan perbaikan infrastruktur ke depan. Tanpa kepastian dukungan dari pusat, banyak rencana perbaikan yang hanya dapat menunggu. Kondisi ini tentu saja berpotensi memperlambat pemulihan kehidupan ekonomi masyarakat,” terangnya.
Dikatakannya, kebijakan anggaran untuk Sumbar harus ditinjau ulang. Menurutnya, dalam konteks bencana alam yang terjadi hampir setiap tahun, daerah tidak bisa bergantung sepenuhnya pada proses birokrasi pusat yang kerap memakan waktu. Sumbar, tegasnya, membutuhkan ruang fiskal yang memadai untuk bergerak cepat.
Cerint menegaskan bahwa kemampuan daerah untuk melakukan respons cepat sangat bergantung pada kecukupan anggaran yang tersedia. “Ketika bencana terjadi, tidak ada waktu menunggu. Pemerintah daerah harus dapat mengambil tindakan dalam hitungan jam,” ujarnya. Namun, dengan anggaran yang terbatas, banyak aksi lapangan tidak dapat dilakukan secara optimal.
Permasalahan semakin kompleks ketika memasuki fase pemulihan. Banyak titik infrastruktur lokal, mulai dari jalan desa, jembatan penghubung, hingga irigasi pertanian, mengalami kerusakan parah. Semua itu membutuhkan biaya besar untuk diperbaiki agar kehidupan masyarakat kembali stabil. “Tanpa dukungan pendanaan memadai, proses recovery bisa berlangsung sangat lama,” katanya kepada Haluan Senin (8/12) di Padang.
Cerint menyampaikan bahwa melihat kondisi cuaca yang diprediksi masih ekstrem hingga akhir Desember, opsi penetapan status bencana nasional menjadi relevan untuk dipertimbangkan. Ia menilai pemerintah pusat perlu melihat situasi ini bukan hanya sebagai peristiwa lokal, tetapi sebagai krisis yang membutuhkan struktur penanganan lebih terkoordinasi.
Menghadapi kondisi tersebut, Cerint memastikan bahwa pihaknya akan memperjuangkan alokasi anggaran infrastruktur untuk Sumbar agar jauh lebih besar. Upaya ini, katanya, bukan hanya untuk memperbaiki kerusakan yang sudah terjadi, tetapi juga sebagai langkah mitigasi agar Sumbar lebih siap menghadapi bencana di masa mendatang.
Selain infrastruktur, Cerint menekankan pentingnya percepatan pelaksanaan program-program pemerintah pusat yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat terdampak. Menurutnya, program presiden harus diprioritaskan di wilayah bencana agar masyarakat bisa segera kembali beraktivitas dan bangkit secara ekonomi.
Ia menyoroti khusus kondisi para petani dan peternak yang mengalami kerusakan lahan, kandang, maupun sarana produksi. Mereka, ujar Cerint, harus segera mendapatkan bantuan permodalan agar dapat kembali bekerja. “Pemulihan ekonomi masyarakat kecil adalah fondasi utama bangkitnya Sumbar pascabencana,” tegasnya. (*)














