PADANG, HARIANHALUAN.ID — Pakar Sumber Daya Air Universitas Andalas (Unand), Prof. Bambang Istijono menilai tanpa status bencana nasional tidak serta-merta membuat rehabilitasi dan rekonstruksi (rehab-rekon) pascabencana di Sumatera menjadi terhambat. Hal itu selama pemerintah daerah (pemda) mampu bergerak cepat dan tepat dalam memenuhi persyaratan administratif sesuai regulasi kebencanaan nasional.
Menurut Prof. Bambang, secara konstitusional dan regulatif, negara memiliki kewajiban melindungi warga dari ancaman dan dampak bencana, sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
“Kalau kita pahami kerangka kebijakan penanggulangan bencana, sebenarnya kuncinya ada pada kecepatan dan kelengkapan laporan kebutuhan rehab-rekon pascabencana yang disusun oleh pemda. Begitu laporan itu masuk ke pemerintah pusat, maka negara wajib hadir, termasuk dari sisi pendanaan. Bahkan sudah ada pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) bahwa dana tersedia,” ujar Prof. Bambang kepada Haluan, Minggu (14/12).
Ia menjelaskan, tanpa harus menunggu status bencana nasional, pemda tetap memiliki ruang besar untuk mengakses dukungan anggaran, asalkan seluruh tahapan dilakukan sesuai dengan mekanisme yang diatur oleh BNPB dan kementerian terkait.
Lebih lanjut, Prof. Bambang menegaskan bahwa model pemulihan pascabencana yang paling tepat untuk Sumbar adalah berbasis daerah, namun dengan penguatan koordinasi lintas sektor dan lintas level pemerintahan.
“Saya berpandangan pemulihan itu harus berbasis daerah. Pemda paling tahu kondisi lapangan, karakter wilayah, dan kebutuhan masyarakatnya. Namun tentu tidak bisa berjalan sendiri. Harus ada penguatan koordinasi dengan pemerintah pusat, kementerian teknis, akademisi, media, masyarakat, dan dunia usaha,” katanya.
Ia menilai pendekatan terpusat justru berpotensi memperlambat eksekusi di lapangan, terutama jika tidak diimbangi dengan pemahaman lokal yang memadai. Terkait risiko pemulihan yang berhenti di tahap darurat, Prof. Bambang kembali menekankan pentingnya kecepatan penyusunan laporan rehab-rekon pascabencana.
“Indikator agar pemulihan tidak berhenti di fase darurat itu sederhana tapi krusial, yaitu segera laporkan kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi. Jangan sampai terlambat. Kalau terlambat, daerah lain seperti Aceh atau Sumbar yang juga terdampak bencana bisa lebih dulu mendapatkan alokasi,” ujarnya.
Menurutnya, keterlambatan administratif sering kali menjadi penyebab utama terhambatnya transisi dari masa tanggap darurat ke masa rehab-rekon jangka menengah hingga panjang. (*)














