AGAM, HARIANHALUAN.ID — Jorong Padang Landua, Nagari Salareh Aia Timur, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, hingga kini masih terisolasi. Galodo yang melanda kawasan perbukitan tersebut bukan hanya merusak, tetapi memutus satu-satunya akses penghubung antara Padang Landua Hilia dengan Kampuang Lua.
Jembatan permanen yang menjadi urat nadi warga hancur diterjang galodo. Upaya warga membangun jembatan darurat pun tak berumur panjang. Dua kali didirikan, dua kali pula dihantam galodo susulan berskala kecil yang datang nyaris setiap hujan deras mengguyur kawasan pedalaman Agam itu.
“Kami sudah dua kali bikin jembatan darurat, tapi selalu habis dihanyutkan galodo kecil yang datang belakangan ini,” kata Ikhsan Sugara, warga Padang Landua, Kamis (16/12/2025).
Tak ingin sepenuhnya terputus, warga kembali berinisiatif. Kali ini, dua batang pohon besar disejajarkan di titik sungai yang lebih tinggi, membentuk jembatan darurat seadanya. Rapuh, licin, dan berisiko, namun itulah satu-satunya akses yang kini bisa diandalkan.
“Sekarang jembatan daruratnya dari dua batang pohon. Itu satu-satunya jalan kami untuk ambil kebutuhan pokok,” ujar Ikhsan.
Jembatan pohon itu menjadi jalur hidup-mati bagi sekitar 14 Kepala Keluarga yang mendiami Jorong Padang Landua. Jalan darat sepenuhnya putus, sementara akses sungai terlalu berbahaya untuk dilalui.
Saat ini, Ikhsan memilih mengungsi ke rumah kerabatnya yang berada di lokasi lebih aman. Namun sebagian warga lain bertahan, dengan kecemasan yang selalu datang bersamaan dengan suara hujan.
Setiap hujan deras turun, warga diliputi ketakutan galodo akan kembali menyapu. Menurut Ikhsan, galodo diduga berasal dari longsoran tebing di hulu sungai yang sempat membendung aliran air.
“Waktu hujan deras, bendungan alami itu tiba-tiba jebol. Airnya datang seperti air bah,” katanya.
Warga memastikan, material kayu yang hanyut bukan berasal dari aktivitas pembalakan liar. Batang kayu yang terbawa galodo masih utuh dengan akar, tanpa bekas potongan mesin chainsaw.
“Tidak ada kayu bekas sinso. Kayunya utuh sama akarnya,” tegas Ikhsan.
Meski demikian, warga tak menutup mata terhadap perubahan tutupan lahan di perbukitan sekitar. Ikhsan mengakui, sebagian kawasan yang sebelumnya berhutan kini mulai beralih fungsi menjadi perkebunan sawit.
“Bukit-bukit itu sekarang sudah mulai jadi kebun sawit,” ujarnya.
Kondisi ini menambah kerentanan wilayah tersebut terhadap longsor dan galodo, terutama di musim hujan dengan intensitas tinggi seperti saat ini.
Hingga kini, bantuan dan intervensi pemerintah belum menjangkau secara maksimal kawasan Padang Landua. Warga masih bertahan dengan swadaya, mengandalkan gotong royong dan harapan agar galodo susulan berskala besar tidak kembali terjadi.
“Kami cuma berharap tidak ada lagi galodo besar. Setiap hujan, kami selalu was-was,” ucap Ikhsan.
Padang Landua hari ini bukan sekadar soal jembatan yang putus. Ia adalah potret keterisolasian warga di pedalaman Sumatra Barat. Dimana akses dasar, rasa aman, dan kehadiran negara masih menunggu untuk benar-benar sampai. (*).














