Ketika Budaya Membaca Koran Ditanamkan Sejak Pendidikan Dasar
Laporan : Yesi Deswita
JEPANG, HALUAN – Budaya membaca koran sampai hari ini sangat kuat dan melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang. Saat awak Haluan mengunjungi Jepang kemarin, pemandangan masyarakat membaca koran di ruang publik sudah menjadi hal yang lumrah.
Ternyata, budaya membaca koran ditanamkan sejak pendidikan dasar dan menjadi salah satu pelajaran wajib di sekolah.
Saat Haluan menyambangi Kantor Hokkaido Shimbun (Koran Hokkaido), Haluan diperlihatkan koran edisi khusus untuk anak sekolah dasar.
“Ukurannya setengah dari ukuran koran biasa. disesuaikan badan anak SD sehingga ringan, kecil dan mudah dibawa,” ujar perwakilan Hokkaido Shimbun, Ishimaru.
Koran berukuran kecil itu dicetak 2 kali sebulan dan dipakai anak SD dalam pelajaran di dalam ruang kelas. Sistem pendidikan Jepang membiasakan siswa membaca 10 menit sebelum pelajaran dimulai.
Reporter, Editorial center, The Hokkaido Shimbun Press, Sayuri WANIBUCHI menambahkan koran masih menjadi rujukan pembaca di Jepang untuk memperoleh informasi.
Meskipun jumlah pembaca juga mulai menurun, namun tidak terlalu signifikan. Satu perusahaan koran bahkan masih mencetak ratusan ribu eksemplar setiap harinya.
Digital Editor, AI Coordinator, Editorial Department, The Hokkaido Shimbun Press, Daisaku OYA menjelaskan Hokkaido Shimbun termasuk koran tertua di Jepang.
Selisih 6 tahun dari koran Haluan di Indonesia, edisi pertamanya terbit pada tahun 1942.
“Sekarang sudah Edisi 29.878. Kantor utamanya berada di Sapporo Hokkaido. Dengan 9 kantor cabang dan 38 biro lokal. Perwakilan luar negeri ada di Washington, Moscow, Yuzhno-Sakhalinsk Rusia, Beijing, Seoul. Juga ada kantor perwakilan di Tokyo dan Osaka,” ujarnya.
Jumlah pegawai tetap (permanen) mencapai 1.100 orang. diluar itu juga ada pegawai kontrak. Baik reporter, pewarta foto, media engineers, sales, staf distribusi dan lainnya.
Disisi lain, platform digital Hokkaido shimbun juga terus berkembang pesat.
“Perbedaan dengan yang dicetak, setiap saat dapat dilihat update pembaca,” ujarnya sambil memperlihatkan pembaca realtime salah satu berita yang mencapai 87 orang.
Budaya membaca koran di antara warga Jepang ternyata membantu media cetak lokal bertahan dari gempuran media digital.
“Karena ada budaya orang Jepang yang sejak lama terbiasa membaca media cetak, maka ada kebutuhan untuk itu sampai sekarang,” tuturnya.
Eksistensi media cetak tersebut tidak terelakkan ketika sebagian besar warga lansia berusia di atas 40 tahun memang memiliki kebiasaan membaca koran yang cukup kuat.
Berbeda dengan di Indonesia, keberadaan media cetak seperti koran sudah tidak sebanyak dulu. Bahkan, banyak perusahaan koran gulung tikar dan memutuskan untuk beralih ke digital atau sama sekali beroperasi lagi. Tentu saja itu semua terjadi karena masyarakat kita kebanyakan membaca berita bukan dari koran, melainkan beralih ke format digital.
Bahkan di minimarket besar di Jepang seperti family mart, 7 eleven, masih banyak koran yang dijual dengan harga cukup mahal JPY300 atau sekitar Rp30 ribu. (h/yes)














