AGAM, HARIANHALUAN.ID—Sejumlah pengungsi korban bencana banjir bandang di SDN 05 Kayu Pasak, Kabupaten Agam mulai mengalami diserang sejumlah penyakit. Keluhan yang paling banyak ditemukan di lokasi pengungsian adalah infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) serta gangguan lambung atau maag, akibat pola makan yang tidak teratur pascabencana.
Kondisi ini disampaikan tim kesehatan dari Universitas Ciputra Surabaya yang bertugas di posko tersebut pada Selasa (23/12). Tim sudah melakukan pengecekan kesehatan sejak sehari sebelumnya.
Dokter Spesialis Patologi Klinik Konsultan Hematologi Klinik Penyakit Infeksi, dr. Mayfani Tansilia, Sp.PK, mengatakan, timnya baru memulai rangkaian kegiatan sejak Senin (22/12) dengan melakukan pemetaan awal kondisi kesehatan warga terdampak.
“Kami baru mulai 22 Desember. Tim melakukan survei di beberapa lokasi pengungsian, termasuk ke SD 05 Kayu Pasak. Sebelumnya kami juga berkoordinasi dengan Puskesmas Koto Alam,” ujar dr. Mayfani.
Ia menjelaskan, pemeriksaan kesehatan secara langsung terhadap pengungsi dijadwalkan akan berlanjut hingga akhir tahun 2025. “Kami mulai melakukan pemeriksaan kesehatan di sini sampai akhir tahun. Selain Kayu Pasak, tim juga akan bergerak ke Kecamatan Malalak,” ujarnya.
Dari pemeriksaan kesehatan, dr. Mayfani mengungkapkan bahwa sebagian besar keluhan yang dialami pengungsi berkaitan dengan kondisi pascabencana.
“Kebanyakan saat ini adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas dan sakit lambung atau maag. Ini karena pola makan yang tidak teratur di pengungsian, ada juga warga yang memiliki penyakit kronis seperti hipertensi,” katanya.
Sementara itu, Dokter Spesialis Bedah Subspesialis Bedah Digestif, dr. Siusanto H, Sp.B, Subsp.BD, menekankan pentingnya langkah pencegahan agar kondisi kesehatan pengungsi tidak semakin memburuk.
“Kami tidak hanya melakukan pengobatan, tetapi juga pencegahan. Tim melakukan edukasi kesehatan kepada masyarakat, menyediakan filter air agar air yang digunakan kembali jernih dan aman,” ujar dr. Siusanto.
Selain itu, tim juga melakukan upaya sterilisasi lingkungan di area pengungsian. “Kami menyiapkan kompresor untuk disinfeksi lingkungan, sehingga sisa material pascabencana tidak menimbulkan sumber penyakit,” katanya.
Dalam kegiatan kemanusiaan ini, Fakultas Kesehatan Universitas Ciputra menerjunkan sekitar 10 orang tenaga medis dan relawan kesehatan. “Kami membawa 10 tim dan akan bertahan hingga akhir tahun untuk memastikan kondisi kesehatan pengungsi tetap terpantau,” ujarnya.
Sementara itu, salah seorang pengungsi bernama Anti mengakui kondisi kesehatannya mulai terganggu sejak tinggal di pengungsian. “Kalau kesehatan memang sudah mulai terganggu. Badan sering terasa tidak enak, mungkin karena capai dan pola makan juga berubah,” kata Naro.
Meski demikian, ia menilai kondisi pengungsian secara umum sudah cukup memadai. “Untuk di pengungsian cukup memadai. Fasilitas MCK ada, cuma airnya sering terputus. Air untuk masak masih ada,” ujarnya.
Naro berharap pemerintah dapat segera merealisasikan pemindahan pengungsi ke hunian sementara (huntara) yang lebih layak. “Harapan kami semoga bisa cepat pindah ke huntara yang lebih layak, supaya bisa hidup lebih tenang dan kesehatan juga lebih terjaga,” tuturnya. (*)














