Oleh:
Helsi Zulfan Ramadani, M.Sos
Dosen ISI Padang Panjang
Persoalan sampah masih menjadi tantangan nyata di banyak kawasan wisata di Sumatera Barat. Salah satunya terlihat di Dermaga Ombilin, Nagari Simawang, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Kawasan Dermaga Ombilin memiliki potensi wisata dan nilai ekologis yang bisa menjadi sumber pendapatan ekonomi bagi nagari dan masyarakatnya.
Namun Dermaga Ombilin belum sepenuhnya didukung oleh kesadaran lingkungan yang memadai. Sampah plastik yang berserakan, minimnya tempat sampah, serta perilaku pengunjung yang abai terhadap kebersihan menjadi pemandangan yang kerap dijumpai. Hal ini tentunya dapat mengganggu aspek kenyamanan serta bakal memberikan dampak negatif terhadap keberlanjutannya.
Dalam konsep akademisi bidang seni, khususnya bagi bagi kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang, persoalan ini bukan sekadar masalah teknis pengelolaan sampah, melainkan juga persoalan sosial dan budaya. Lingkungan yang kotor mencerminkan relasi manusia dengan ruang hidupnya yang tidak saling menopang.
Dari perspektif inilah akhirnya ISI Padang Panjang melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dirancang bersama mahasiswa Program Studi (Prodi) Studi Humanitas, Fakultas Seni Pertunjukan, sebagai bagian dari tanggung jawab akademik perguruan tinggi untuk hadir dan berkontribusi langsung di tengah masyarakat.
Kegiatan pengabdian ini diawali dengan observasi dan penelitian lapangan sederhana. Mahasiswa dilibatkan secara aktif untuk membaca kondisi lingkungan, mencatat jenis sampah yang dominan, serta berdialog dengan masyarakat sekitar Dermaga Ombilin, khususnya pemuda dan masyarakat di Jorong Ombilin, Nagari Simawang.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sampah plastik kemasan makanan dan minuman menjadi jenis yang paling banyak ditemukan. Selain itu, ketiadaan fasilitas tempat sampah di area dermaga memperburuk persoalan pencemaran. Sehingga berdasarkan pengamatannya, dosen dan mahasiswa Prodi Studi Humanitas ISI Padang Panjang menemukan benang merah permasalahannya.
Akhirnya dari temuan lapangan tersebut, kemudian ditindaklanjuti melalui aksi gotong royong membersihkan kawasan dermaga. Mahasiswa dan masyarakat bekerja bersama mengumpulkan serta memilah sampah yang berserakan. Kegiatan sederhana ini bukan hanya tentang membersihkan lingkungan, tetapi juga sebuah upaya untuk membangun kesadaran kolektif.
Gotong royong menjadi sarana pembelajaran sosial yang efektif, baik bagi mahasiswa maupun masyarakat, tentang pentingnya tanggung jawab bersama dalam menjaga ruang publik, termasuk sampah dalam pendekatan yang lebih inovatif.
Keunikan pengabdian ini terletak pada pendekatan seni dan kreativitas. Sebagian sampah yang telah dikumpulkan tidak langsung dibuang, melainkan diolah kembali oleh mahasiswa menjadi karya seni. Pendekatan ini dipilih karena seni memiliki daya komunikasi yang kuat. Melalui visual dan simbol, pesan lingkungan dapat disampaikan secara lebih menyentuh dan mudah dipahami. Sampah yang sebelumnya dipandang sebagai limbah, diubah menjadi media refleksi tentang perilaku manusia terhadap lingkungan.
Sebagai bagian dari proses akademik, hasil pengabdian ini kemudian didiseminasikan melalui seminar di lingkungan kampus ISI Padang Panjang. Seminar tersebut menjadi ruang berbagi pengalaman dan pengetahuan, sekaligus upaya memperluas dampak pengabdian kepada publik yang lebih luas.
Diseminasi ini penting agar kegiatan pengabdian tidak berhenti sebagai aksi sesaat, tetapi menjadi pengetahuan yang dapat dipelajari dan direplikasi melalui pendekatan seni yang kreatif dan inovatif, serta berbasis pada hal-hal unik dan kekinian sebagai medium pembelajaran baru.
Respons masyarakat di kawasan Dermaga Ombilin, Nagari Simawang terhadap kegiatan ini cukup positif. Aparat jorong dan pemuda setempat menyambut baik kolaborasi yang terjalin antara perguruan tinggi dan masyarakat. Mereka berharap kegiatan gotong royong dan kepedulian lingkungan yang telah dimulai dapat terus berlanjut secara mandiri. Harapan ini menjadi indikator bahwa pengabdian telah menyentuh aspek kesadaran, bukan sekadar menghasilkan kegiatan seremonial.
Pengalaman pengabdian di Dermaga Ombilin menguatkan keyakinan Prodi Studi Humanitas bahwa permasalahan sampah tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja. Ia membutuhkan keterlibatan berbagai elemen: masyarakat, pemerintah, perguruan tinggi, dan generasi muda. Melalui pengabdian ini, mahasiswa belajar bahwa ilmu pengetahuan dan kreativitas memiliki tanggung jawab sosial, sementara masyarakat melihat bahwa kampus bukanlah menara gading yang jauh dari realitas.
Pada akhirnya, pengabdian kepada masyarakat bukan hanya tentang memberi solusi, tetapi juga tentang belajar bersama. Dari sampah, kami belajar tentang kepedulian, kolaborasi, dan pentingnya merawat ruang hidup secara berkelanjutan. Dermaga Ombilin menjadi ruang belajar sosial yang mempertemukan ilmu, seni, dan aksi nyata. (*)










