PADANG, HARIANHALUAN.ID – Otoritas Jasa Keuangan mencatat total Aset Keuangan Syariah Indonesia per Desember 2022 mencapai Rp2.375,84 triliun atau USD 151,03 miliar (tidak termasuk saham syariah).
Direktur Penguatan dan perizinan Perbankan syariah OJK, Nyimas Rohimah kepada awak media saat broefing secara virtual, Selasa (11/4) menyebut aset tersebut mencakup beberapa sektor.
“Aset itu mencakup industri Perbankan syariah, asuransi syariah, pembiayaan syariah, lembaga Non-Bank syariah lainnya, sukuk korporasi, reksa dana syariah dan sukuk negara, ujarnya.
Adapun perbankan menjadi industri yang paling besar pangsa pasarnya dengan perolehan aset Rp802,26 triliun. Hal ini terus mengalami kenaikan dari tahun lalu yang berkisar pada angka Rp693,8 triliun.
Untuk pembiayaan yang diberikan sebesar Rp508,07 triliun dan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp619,51 triliun.
Dari, ketiganya menunjukkan pertumbuhan double digit. Aset bank syariah berhasil tumbuh 15,3 persen. Kemudian untuk pembiayaan 20,44 persen, dan DPK 12,93 persen.
Di sisi lain, jumlah rekening atau share asset perbankan syariah dibanding total aset perbankan nasional pun ikut tumbuh 7,09 persen dibandingkan Desember 2021.
Hal ini ditopang dengan berdirinya 20 Unit Usaha Syariah (UUS), 13 Bank Usaha Syariah (BUS) dan 167 BPRS.
“Jumlah rekening pun meningkat, hingga Desember 2022, tercatat 51,29 juta rekening DPK. Sementara itu, Rekening pembiayaan tumbuh 7,77 juta rekening atau tumbuh 14 persen,” kata Nyimas.
Adapun kinerja perbankan Syariah secara umum mengalami kenaikan, untuk Aset dan DPK. Namun, pembiayaan sempat turun tajam pada 2021 saat pandemi.
“Dari sisi kinerja, pertumbuhan positif. Tapi chart kuning memperlihatkan pembiayaan ada pernah perlambatan tapi di 202 pernah bounce up sampai 20,44 persen. Ini lebih tinggi dari masa pandemi,” tuturnya.
Untuk mendorong pertumbuhan di tahun 2023. Salah satu prioritas OJK 2023 adalah menjadikan Indonesia sebagai pusat investasi syariah dan hijau global. (yes)














