PADANG, HARIANHALUAN.ID— Ratusan orang tenaga kesehatan yang menamakan diri dari Aliansi Selamatkan Kesehatan Bangsa (Aset Bangsa) menggelar aksi unjuk rasa menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan di depan gedung DPRD Sumbar, Senin (8/5) siang.
Aset Bangsa merupakan gabungan dari lima organisasi profesi sekaligus yakninya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Cabang Sumbar.
Saat unjuk rasa ke DPRD Sumbar ini, massa aksi meminta pemerintah dan DPR – RI menghentikan pembahasan RUU Omnibus Law lantaran undang-undang sapu jagat tersebut, dinilai sarat kepentingan kapitalis, mengorbankan hak rakyat serta menihilkan peran organisasi kesehatan.
“Pemaksaan pembahasan RUU Omnibus Law Kesehatan, merupakan bentuk pembungkaman pemerintah terhadap suara-suara kritis terhadap kebijakan,” kata salah seorang orator.
Ia menyatakan bahwa upaya pembungkaman pun semakin kentara dengan pemecatan yang dilakukan Direktur RSUP Kariadi Semarang terhadap Prof Dr. Zaenal Muttaqin, Sp.BS(K) yang dikenal getol menolak RUU tersebut.
Senada dengan itu, Korlap aksi, Alex Contesa,S.Kep,Ns menyebut, proses penyusunan maupun pembahasan RUU Omnibus Law kesehatan, telah dilakukan secara terburu-buru dan sembunyi-sembunyi oleh pemerintah maupun DPR RI.
“Proses penyusunan Ratusan orang tenaga kesehatan yang menamakan diri dari Aliansi Selamatkan Kesehatan Bangsa (Aset Bangsa) menggelar aksi unjuk rasa menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan di depan gedung DPRD Sumbar, Senin (8/5) siang. pembahasan RUU Omnibus Law Kesehatan , dilakukan secara senyap, terburu-buru dan cacat prosedur. Sehingga hal itu jelas-jelas telah menciderai proses demokrasi,” jelasnya.
Ia menerangkan, proses public hearing yang dilakukan pemerintah pada saat penyusunan dan pembahasan RUU tersebut, sejatinya hanyalah partisipasi palsu yang tidak lebih dari formalitas belaka.
Hal itu, terindikasi dengan tidak terakomodirnya suara-suara yang telah disuarakan organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan kesehatan yang kredibel dan memiliki kompetensi dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU Omnibus Law Kesehatan tersebut.
“Dalam proses public hearing, pemerintah justru malah mengakomodir organisasi-organisasi profesi yang tidak jelas bentuknya. Sehingga upaya itu patut diduga merupakan upaya disintegrasi organisasi profesi kesehatan,” tegasnya.
Lebih jauh, dalam upaya memuluskan pengesahan RUU Omnibus Law Kesehatan ini, Alex juga menyebut bahwa pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, telah melakukan Abuse Of Power dengan melakukan pemecatan terhadap salah seorang guru besar yakninya Prof Dr.Zaenal Muttaqin, Sp.BS.
Tindakan Abuse Of Power berupa pemecatan itu pun, menurutnya merupakan suatu ancaman nyata terhadap hak individu warga Negara serta keberlangsungan proses pendidikan kedokteran.
“Lalu, ada juga kasus kekerasan terhadap tenaga kesehatan dan Media yang terjadi di Lampung Barat dan daerah lainnya, hal itu telah memperlihatkan adanya keterlibatan organisasi profesi setempat. Sehingga pemerintah harus memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan, ” ungkapnya.
Terakhir, ia menilai bahwa RUU kesehatan merupakan upaya pemerintah untuk menghapus keberadaan organisasi profesi yang jelas-jelas telah lama mengabdi secara nyata bagi negeri ini.
“Pada saat pandemi Covid-19 lagu bukti pengabdian itu sangatlah nyata, namun setelah pandemi ada upaya untuk menghilangkan peran dan bahkan ada upaya disintegrasi yang dilakukan pemerintah terhadap profesi kesehatan. Hal ini tentu tidak sejalan dengan sila kelima yakni Persatuan Indonesia, ” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Pimpinan Daerah (PD) IBI Sumbar, Hasnawati, mengatakan, IBI bersama empat organisasi profesi lainnya tegas menolak RUU Omnibuslaw Kesehatan. Alasannya, dengan adanya rencana penerbitan UU ini akan menyengsarakan rakyat Indonesia, dan akan berpengaruh terhadap pelayanan. Selain itu, UU tentang kebidanan baru dilahirkan 2019 setelah lima belas tahun lamanya diperjuangkan.
“Lima tahun lamanya senior kami berjuang di pusat, hingga akhirnya lahir UU Kebidanan. Kenapa disaat UU tentang kebidanan baru berusia tiga tahun, ini sudah akan dihapuskan, ini yang sangat kami sesalkan dari IBI” ulasnya.
Sementara, sambungnya, para bidan di Indonesia saat ini tengah fokus menata memberikan pelayanan terbaik di masyarakat. Memberikan pelayanan di lini terdepan sebagai garda terdepan, dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap ibu dan anak. Tujuannya untuk menunjang program pemerintah dalam hal menekan kematian ibu dan kematian bayi yang menjadi indikator kesehatan di Indonesia.
“Dalam UU kebidanan telah mengatur bagaimana peningkatan kualitas pelayanan, bagaimana para bidan bekerja, dan yang lainnya. Inilah yang sangat kami sayangkan, kami merasa terzalimi dengan adanya Undang-Undang yang akan diterbitkan,” tukasnya.
Ketua Komisi V Daswanto mengatakan, DPRD Provinsi Sumbar khususnya Komisi V mendukung apa yang disampaikan tenaga kesehatan di Sumbar. “Hari ini juga kita akan menyurati DPR RI dari Komisi IX agar ini menjadi perhatian khusus, untuk bagaimana RUU ini bisa dibatalkan,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Sumbar Suwirpen Suib menyampaikan, DPRD Sumbar akan terus mengawal apa yang menjadi perjuangan dari tenaga kesehatan di Sumatera Barat. “Hari ini juga aspirasi yang disampaikan akan kami teruskan ke pemerintah pusat,” tukasnya. (fzi/len)














