PADANG, HARIANHALUAN.ID – Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEBI) Universitas Andalas (UNAND), Prof. Dr. Firwan Tan, SE, M.Ec, DEA. Ing menilai, fakta peningkatan angka kemiskinan perdesaan di Sumbar tidak terlepas dari serbuan beraneka ragam produk makanan dan minuman olahan impor yang saat ini membanjiri pasaran Sumatra Barat. Akibatnya, sumber daya ekonomi lokal sektor pertanian dan peternakan yang sejatinya menghampar begitu luas di daerah perdesaan, akhirnya kalah saing atau bahkan kurang bernilai dan tidak memiliki daya tambah.
“Harga jual produk sumber ekonomi lokal pertanian maupun peternakan desa menjadi rendah lantaran kegunaannya yang berkurang. Pertanyaannya, siapa yang patut disalahkan ketika pasar kita ini telah diserbu produk-produk pangan impor?” ujarnya kepada Haluan Minggu (6/8).
Ia menjelaskan, serbuan produk olahan pangan, bukan satu-satunya pemicu peningkatan kemiskinan di desa. Tidak adanya komitmen pemerintah daerah dalam mendorong upaya hilirisasi produk pertanian dan perkebunan, menyebabkan program-program pengentasan kemiskinan jadi omong kosong saja
“Pertanyaannya mengapa tidak kita yang melakukan pengolahan atau hilirisasi produk. Sederhananya saja produk olahan susu seperti Yoghurt, Yakult maupun susu kalengan lainnya. Untuk membuatnya padahal tidak perlu teknologi tinggi. Orang tua kita jaman dulu saja sudah bisa membuat dadiah,” jelasnya.
Prof Firwan Tan mengemukakan, akar persoalan kemiskinan daerah perdesaan adalah tidak bernilainya sumber daya (Resources) lokal desa. Jika pun ada, hasil panennya akan dihargai dengan harga murah oleh pasaran lantaran tidak melalui proses pengolahan.
Ia mengatakan, menyalahkan petani atas kondisi yang terjadi ini juga tidaklah tepat. Sebab faktanya mayoritas petani Indonesia atau bahkan Sumbar saat ini, adalah petani tradisional yang masih belum berpendidikan tinggi.














