PADANG, HARIANHALUAN.ID – Pengamat Hukum Kesehatan Sumatera Barat, Firdaus Diezo meminta, pemerintah daerah untuk segera memperjelas status bencana kabut asap dampak Karhutla yang telah menyebabkan ribuan anak-anak dan masyarakat Sumbar terjangkit ISPA dan radang paru-paru sejak beberapa waktu belakangan.
Firdaus Diezo menegaskan, pemerintah daerah perlu menyikapi kabut asap dampak Karhutla yang telah menjadi bencana tahunan ini dengan sense of crisis maksimal. Langkah ini perlu dilakukan untuk melindungi kesehatan warga negara dan mencegah melonjaknya tagihan BPJS kesehatan di kemudian hari.
“Jika kategorinya (status bencana, red) telah ditetapkan, kebijakan yang diambil hendaknya berlandaskan filosofis korban dan potensi korban. Negara tidak boleh menunggu jatuhnya korban lebih banyak. Untuk itu status bencana menjadi penting,” ujarnya kepada Haluan Rabu (11/10).
Ia menyebut, jika status bencana kabut asap dampak Karhutla telah ditetapkan pemerintah daerah, langkah-langkah taktis dan strategis sesuai dengan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan mesti segera dilakukan.
Sebab faktanya, bencana kabut asap bakal menimbulkan dampak jangka panjang bagi kesehatan warga negara. Atas dasar kekhawatiran itu, maka negara sudah semestinya segera bergerak untuk memastikan pemenuhan dan perlindungan hak kesehatan masyarakat.
“Apalagi asas hukum tertinggi adalah keselamatan subjek hukum atau manusia yang berpotensi terdampak. Untuk itu, negara mesti bertanggung jawab penuh terhadap pemenuhan, perlindungan dan penghormatan hak kesehatan warga negara. Kebijakan yang diambil negara harus bersifat aktif. Tidak boleh pasif. Sebab ini Persoalan nyawa,” kata dia.
Menurut Firdaus Diezo, penetapan status bencana kabut asap dampak Karhutla adalah kewenangan masing-masing pemerintah daerah yang tentu menerima dampak berbeda-beda di wilayahnya.
Namun meski berdasarkan pantauan citra satelit hanya ada 3 titik panas yang terpantau di Sumbar per tanggal 5 September lalu, faktanya Sumbar secara geografis dikepung oleh sejumlah provinsi tetangga yang bahkan terpantau memiliki puluhan titik api atau hotspot.
“Nah saat ini, kabut asap di Sumbar telah menyebabkan ribuan masyarakat dan balita terjangkit ISPA dan Pneumonia. Maka dari itu, negara mesti segera menjalankan tanggung jawabnya sebagaimana yang telah diatur dalam UU Omnibus Law kesehatan no 17 tahun 2023,” ucapnya.
Dijelaskannya, pada UU kesehatan terbaru tersebut, negara diberikan tanggung jawab untuk menjadikan masyarakat yang sehat tetap sehat dan masyarakat yang sakit menjadi sehat. Oleh karena itu pemerintah mesti segera melakukan langkah konkret untuk melindungi kesehatan warga negara dari paparan bahaya kabut asap.
“Hak kesehatan adalah hak esensial yang tidak boleh ditunda. Makanya yang paling penting itu adalah status, kemudian, selanjutnya baru kita bisa merujuk kepada UU No 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana,” ujarnya.
Sesuai dengan isi UU penanggulangan bencana itu, lanjut Firdaus, negara bertanggung jawab melindungi masyarakat dari segala resiko dan ancaman bencana, atas dasar itu, pemerintah daerah Sumbar semestinya segera menyelenggarakan program penanggulangan bencana kabut asap yang meliputi pemenuhan hak masyarakat.
Tidak Cukup Dengan Imbauan
Lebih jauh, Firdaus menilai, imbauan pemerintah daerah Sumbar kepada masyarakat untuk mengurangi aktivitas di luar ruangan guna meminimalisir dampak buruk kabut asap, adalah kode yang menyiratkan bahwa kualitas udara Sumbar saat ini sudah dinilai beresiko mengancam kesehatan dan nyawa masyarakat.
“Namun jika hanya berupa himbauan, apakah tidak akan semakin besar resikonya. Makanya status ini penting. Baru kemudian kebijakan konkret yang mesti dilakukan,”ucapnya,
Ia menjelaskan, hukum bersifat fakultatif atau mengimbau dan Imperatif atau memaksa. Khusus dalam menyikapi bencana kabut asap ini, sembari memberikan imbauan, pemerintah melalui aparaturnya semestinya juga perlu melakukan pengawasan penggunaan masker di tengah masyarakat sebagaimana yang pernah diterapkan pada saat masa pandemi Covid-19 lalu.
Sebab sebenarnya, pihak yang dirugikan atas terjadinya bencana kabut asap dampak Karhutla ini, tidak hanya masyarakat saja, namun pemerintah pun juga mengalami kerugian yang luar biasa besarnya.
“Pemerintah pun rugi dengan adanya kabut asap yang berdampak terhadap kesehatan masyarakat, Negara harus menanggung beban tagihan BPJS. Makanya akar persoalan terus berulangnya kabut asap ini perlu segera diselesaikan,” ungkapnya. (h/fzi)














