PADANG, HARIANHALUAN.ID – Pemprov Sumbar dan Pemerintah Pusat, telah menyiapkan sejumlah rencana strategis untuk memastikan ketersediaan supply energi listrik bagi masyarakat Kabupaten Kepulauan Mentawai yang sampai saat ini masih belum bisa menikmati listrik selama 24 jam penuh.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumbar, Herry Martinus, mengatakan, rencana tersebut meliputi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) komunal berkapasitas 6 Mega Watt (MW), serta pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) berbahan bakar tanaman Kaliandra di Pulau Siberut.
“Terkait dengan upaya pemenuhan ketersediaan listrik di Kabupaten kepulauan Mentawai, kita sudah berkoordinasi dengan PLN Wilayah Sumbar. Insya allah pada 2024 nanti kita akan mulai membangun PLTS Komunal dan PLTBm di Mentawai,” ujarnya kepada Haluan Minggu (29/10).
Herry Martinus menjelaskan, pembangkit listrik bertenaga matahari berkapasitas 6 MW itu, direncanakan akan dibangun di dua lokasi di Mentawai, Tuapejat, serta Pulau Siberut.
“PLTS berkapasitas 5 Mega Watt dibangun di Tua Pejat, serta 1 Mega Watt lagi di Pulau Siberut. Dalam rapat terakhir bersama PLN kemarin, saat ini prosesnya sudah berada pada tahap penyertaan modal negara,” jelasnya.
Selain pembangunan PLTS, lanjut Kadis ESDM Sumbar ini, pihaknya juga tengah menjajaki rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) di Pulau Siberut bersama pihak ketiga.
Dijelaskannya, PLTBm tersebut akan beroperasi dengan menggunakan Energi Baru Terbarukan (EBT) yakninya Wood Chips tanaman Kaliandra sebagai bahan bakar. Saat ini, investor dari Jepang bahkan telah mulai melakukan pengkajian perkiraan beban listrik serta jumlah kebutuhan bahan bakar EBT yang diperlukan.
“Kajian ini masih sedang dilakukan. Termasuk terkait dengan ketersediaan lahan yang memungkinkan untuk ditanami Kaliandra sebagai bahan bakarnya. Pembangunan PLTBm ini diharapkan bisa menjadi solusi bagi ketersediaan listrik Mentawai,” ucapnya.
Herry Martinus juga mengungkapkan, PLTBm bertenaga bambu yang sebelumnya pernah beroperasi di tiga desa di Mentawai yakni, Desa Saliguma, Madobag, dan Matotonan, tidak memungkinkan lagi untuk dikembangkan karena mesin pembangkitnya sering kali rusak.
“Soal PLTBm mungkin tidak efektif jika dikembangkan. Sebab PLTBm bantuan Amerika itu menggunakan teknologi India. Mesinnya sering rusak, jika rusak perbaikan harus ke India, begitupun dengan tenaga kerjanya, jadi memang tidak efektif lagi untuk dikembangkan dari sisi teknologi mesin,” ucapnya.
Ia berharap, rencana pembangunan PLTS dan PLTBm yang masih sedang berproses, hendaknya bisa menjadi solusi ketersediaan listrik yang masih dihadapi masyarakat Kabupaten Kepulauan Mentawai sampai saat ini.
“Semoga rencana yang akan kita jalankan di tahun 2024 ini bisa terealisasi sehingga kedepannya masyarakat Mentawai bisa menikmati listrik selama 24 jam penuh. Sebab selama ini rasio elektrifikasi Mentawai masih rendah dibandingkan daerah lainnya,” tutupnya. (h/fzi)














