SOLSEL, HARIANHALUAN.ID — Mencoba sesuatu yang baru dalam kehidupan merupakan sebuah petualangan yang mengasyikkan. Tidak mudah memang untuk bertahan dan berani berubah di tengah peradaban zaman sekarang ini. Kadang-kadang manusia dianggap tidak normal untuk berani melawan peradaban.
Hal ini berani dilakukan oleh Yurnita, seorang petani wanita tangguh dari Nagari Bomas Koto Baru, Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan, yang berhasil meningkatkan hasil panennya dengan menerapkan basawah pokok murah dan ramah lingkungan di lahan miliknya sendiri. Meski awalnya tidak didukung pihak keluarga, namun kini membuat mereka sadar bahwa langkah perubahan ini tepat untuk dilakukan.
“Keluarga saya awalnya tidak setuju. Bahkan suami sendiri mengatakan sudah diolah pun hasil sawah tidak maksimal, apalagi tidak diolah bagaimana hasilnya,” begitulah sepenggal ungkapan sang suami saat Yurnita menceritakan.
Perubahan yang dilakukan wanita berusia 40 tahunan itu berawal dari dirinya menjadi kader pertama pelatihan Yayasan FIELD Indonesia (Farmers’ Initiatives for Ecological Livelihoods and Democracy) pada program Udara Bersih Indonesia (UBI). Berawal dari pelatihan, serasa memanggilnya menjadi agen perubahan untuk merangsang minat bertani serta mengubah pola pikir bertani selama ini dan anak muda khususnya. Melalui program itu, Yurnita mengaku mendapatkan pendampingan yang berguna bagi dirinya dalam meningkatkan produktivitas pertanian.
“Saya merasakan dampak yang sangat luar biasa karena pendampingan yang sangat intensif. FIELD ini memberikan motivasi dan arahan kepada saya, sehingga saya dapat menerapkannya. Alhamdulillah, hasil panen yang saya rasakan dari tahun ke tahun itu selalu meningkat,” katanya ketika ditemui di kediamannya saat tim FIELD berkunjung bersama awak media, Selasa (31/10).
Yurnita menceritakan, dengan sukses menerapkan Mulsa-Tanpa Olah Tanah (MTOT), saat ini sudah masuk musim tanam yang ke empat. Dikatakannya, musim tanam pertama dirinya dapat menghasilkan 3,2 ton per hektare sementara konvensional hanya 2,8 ton per hektare.
Kemudian di musim tanam kedua meningkat dengan menghasilkan 4,8 ton per hektare, sedangkan konvensional hanya 4 ton per hektare. Begitu juga dengan musim panen ketiga yang menghasilkan 5,6 ton per hektare, sedangkan konvensional hanya 4,4 ton per hektare.
“Alhamdulillah, sejak tanam pertama hingga ketiga hasilnya jauh melebih bersawah dengan cara konvensional. Modal pun sangat minim, hasilnya satu piring sawah setiap panen rata-rata enam karung padi. Saya meyakini setelah dilihat musim tanam ke empat ini hasilnya juga akan mengalami peningkatan dari musim tanam sebelumnya,” katanya.
Kisah suksesnya Yurnita sebagai petani sawah telah menginspirasi banyak orang, khususnya kepada petani-petani di Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan. Tidak tanggung-tanggung, Yurnita juga sudah berhasil mentransfer ilmu yang dapat dari pelatihan Field Indonesia dan diterapkan oleh hampir 10 orang petani. Bahkan, tekad mereformasi pola bersawah Yurnita menjadi penggerak dan meraih penghargaan dari Bupati Solok Selatan tahun ini.
“Saya berharap semakin banyak petani yang merasa terinspirasi dan bersemangat untuk terlibat dalam menerapkan basawah pokok murah dan ramah lingkungan atau MTOT ini, yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka,” ujarnya.
Sementara itu, PIC FIELD Indonesia Perwakilan Sumbar, Isra, mengatakan, program UBI yang dikembangkan Yayasan FIELD Indonesia adalah sebagai bentuk peran aktif mendukung program-program pemerintah dalam rangka mengurangi risiko perubahan iklim, pembakaran lahan pertanian, dan menciptakan udara bersih di Indonesia, khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan.
“Penerima manfaat langsung Program UBI ini adalah masyarakat petani melalui pelatihan-pelatihan praktik pertanian yang dapat mewujudkan udara bersih. Di Sumbar, kita sudah hadir di 8 kabupaten,” katanya.
Dikatakannya, teknik-teknik pertanian udara bersih dikembangkan petani dengan mendayagunakan biomassa yang tersedia di lahan untuk meningkatkan kelembapan dan kesuburan tanah. Teknik pertanian udara bersih menawarkan berbagai keuntungan kepada petani karena mudah, murah, hemat tenaga kerja, dan hasilnya lebih unggul dan berkualitas, sekaligus menjamin kesuburan tanah dalam jangka panjang.
Di tingkat petani, pertanian udara bersih diterapkan dengan penerapan teknologi mulsa-tanpa olah tanah, menanam tanaman di atas bedengan kayu (hugelkultur), pengomposan biomassa dengan memanfaatkan ayam peliharaan, dan teknologi-teknologi lain yang mudah dan murah untuk dipraktikkan petani.
“Selain kegiatan bersifat teknis budidaya, Program UBI juga mendukung masyarakat petani melakukan penguatan organisasi petani dan koperasi dalam rangka mewujudkan mata pencaharian dan kualitas hidup masyarakat yang lebih baik,” ucapnya. (*)














