PADANG, HARIANHALUAN.ID — Puluhan orang peternak ayam broiler pedaging di berbagai daerah di Sumatera Barat (Sumbar) yang bermitra dengan PT KSM, anak perusahaan pakan unggas Charoen Pokphand mengaku mengalami kerugian lantaran perusahaan mitra diduga menyalurkan bibit Day Old Chicken atau DOC dan pakan yang berkualitas buruk kepada peternak.
Ketua Asosiasi Peternak Close House (Apchada) Sumatra Barat, Marlis, mengatakan, keluhan puluhan orang peternak terkait dugaan kecurangan yang menyebabkan pertumbuhan daging ayam tidak optimal dan berujung keterlambatan panen itu, telah disampaikan langsung kepada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Sumbar beberapa waktu lalu.
“Kami minta dibantu dicarikan solusi terkait dengan kualitas bibit yang tidak layak pelihara, serta kualitas pakan yang tidak sesuai. Ini menyebabkan keterlambatan panen dan ruginya para peternak yang bermitra dengan PT KSM di berbagai daerah,” ujarnya kepada Haluan Rabu (8/11).
Menurut Marlis, peternak ayam pedaging yang mengaku merugi, hanyalah mereka yang bermitra dengan PT KSM saja. Sementara peternak lain yang bermitra dengan PT SUJA (Anak perusahaan Samsung), dan PT Ciomas (Anak perusahaan Japfa) malah baik-baik saja dan tidak mengalami hal itu.
“Inilah yang jadi pertanyaan. Kenapa hampir semua kandang yang bekerja sama dengan PT KSM mengeluhkan hal yang sama. Jika hanya ada satu atau dua kandang yang mengeluh, mungkin bisa saja peternaknya salah pemeliharaan. Namun ini sudah puluhan maupun ratusan kandang yang bermasalah,” katanya.
Marlis menambahkan, Disnakeswan Sumbar memang telah melakukan uji laboratorium terhadap kandungan pakan yang didistribusikan tiga perusahaan pakan unggas yang beroperasi di Sumbar. Uji Laboratorium kandungan pakan itu, dilakukan pasca puluhan orang peternak ayam pedaging kemitraan yang tergabung dalam Apchada Sumbar, mendatangi Disnakeswan Sumbar dan melakukan audiensi menyuarakan keluhan mereka.
“Terkait uji laboratorium kualitas pakan, kami belum tahu apakah yang diuji itu pakan yang didapatkan dari peternak yang kandangnya sedang bermasalah atau bagaimana. Namun yang jelas kami Apchada Sumbar juga akan melakukan uji laboratorium secara mandiri dan independen,” jelasnya.
Lanjut ia sampaikan, Apchada Sumbar selaku asosiasi yang sampai saat ini telah menaungi ratusan peternak ayam kandang tertutup di Sumbar, juga telah menerima keluhan lainnya diluar persoalan kualitas bibit DOC dan buruknya kualitas pakan dari perusahaan mitra.
Persoalan itu, adalah adanya dugaan perusahaan inti yang juga memiliki kandang dengan populasi ayam cukup besar. Selain mempengaruhi stabilitas harga, kondisi ini juga menyebabkan perusahaan sering telat mengambil hasil panenan ayam dari peternak.
“Kami juga mendapatkan informasi bahwa mereka (perusahaan, red) mempunyai kandang sendiri. Termasuk Japfa sendiri kabarnya. Namun kami belum punya data lengkap terkait ini. Kami sedang melakukan investigasi tentang itu,” ucapnya.
Menurut Marlis, jika memang perusahaan inti memiliki kandang ayam tersendiri, pemerintah daerah mesti memperjelas bagaimana regulasinya agar para peternak mitra tidak merasa dirugikan dengan sikap perusahaan yang pasti akan memprioritaskan mengambil ayam dari kandang milik mereka sendiri.
Sementara itu, Disnakeswan Sumbar telah menindaklanjuti keluhan sejumlah peternak ayam broiler pedaging yang disuarakan Apchada Sumbar terkait dugaan buruknya kualitas pakan dan bibit yang disalurkan perusahaan inti kepada peternak mitra.
Kepala Disnakeswan Sumbar, Sukarli, mengatakan, berdasarkan hasil uji laboratorium kandungan pakan yang telah dikeluarkan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Bekasi, didapatkan hasil bahwa pakan yang disalurkan perusahaan inti telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI),
“Pertama dari segi pakan, sudah memenuhi SNI, kemudian kalau bicara tentang PT KSM, sebagai perusahaan inti yang berkontrak terhadap individu peternak. Penelusuran mereka menyatakan bahwa tidak semua peternak yang bermitra mengalami kerugian,” ujarnya kepada Haluan Kamis (9/11),
Menurut Sukarli, PT KSM selaku perusahaan inti, juga ikut menanggung kerugian yang dialami oleh peternak mitra. Kesepakatan itu pun bahkan telah dibunyikan dalam klausul perjanjian antara peternak dan PT KSM. “Dalam perjanjian sudah jelas, bahwa jika berat ayam kurang dari 2 kilo, berlaku harga sekian. Artinya, di dalam klausul perjanjian antara PT KSM dengan peternak terkait dengan kerugian telah dibunyikan,” ungkapnya.
Berdasarkan hasil komunikasi pihaknya dengan PT KSM, sambung Sukarli, PT KSM menyatakan bahwa pihak perusahaan cukup terbuka dengan keluhan dan masalah yang dialami oleh peternak.
Perusahaan, bahkan juga telah menyediakan nomor pengaduan. Dengan adanya pemberitaan yang muncul sejak beberapa waktu belakangan, seluruh divisi yang ada di PT KSM bahkan juga telah bergerak melakukan pengecekan kualitas pakan dan bibit yang disalurkan.
Selain hal itu , sebut Sukarli, pihaknya juga telah menelusuri informasi terkait kualitas bibit anak ayam yang disalurkan dari fasilitas penetasan atau Hatchery milik PT Pokphand Jaya Farm yang ada didaerah Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman.
Hasilnya, PT Pokphand ternyata telah menetapkan bahwa bibit anak ayam yang layak edar hanyalah bibit yang sudah memenuhi SNI. Yaitu bibit anak ayam yang memiliki bobot diatas 35 Gram.
Untuk membuktikan klaim itu, sambung Sukarli, dirinya bersama jajaran bahkan telah menjadwalkan pengecekan kasat mata saat ayam yang ada di fasilitas penetasan PT Charoen Pokphand telah memasuki masa panen.
“Terkait dengan pernyataan Ketua APCHADA yang mengatakan adanya bibit kategori Silver, Gold dan Platinum, setelah kami cek ternyata istilah itu tidak dikenal oleh perusahaan Charoen yang bermitra dengan PT KSM. Sementara di Japfa, istilah itu memang dikenal,” katanya.
Atas dasar itu, untuk meluruskan dan menjernihkan kesimpangsiuran informasi yang beredar, Disnakeswan Sumbar akan segera memfasilitasi pertemuan antara peternak mitra, inti dan plasma
“Mereka setuju, bahkan mereka mempersilahkan untuk datang ke kantor. Namun yang datang ke kantor tentu adalah peternak yang memiliki kontrak dengan PT KSM. Bahasa dari KSM, mereka tidak bisa menerima peternak yang bermitra dengan Ciomas atau Samsung, sebab masing-masing perusahaan memiliki aturan dan kesepakatan tersendiri,” ungkapnya.
Terkait dengan keluhan peternak yang mengaku dirugikan dengan keterlambatan panen karena over populasi di kandang perusahaan inti, sebut Sukarli, pihak perusahaan mengatakan bahwa mereka memang menyesuaikan panen dengan situasi pasaran yang tersebar di Sumbar, Jambi, Riau dan bahkan seluruh Indonesia
“Perusahaan memang mengakui bahwa mereka punya kandang sejak dahulu. Bahkan sampai saat ini Charoen Pokphand telah bermitra dengan 700 orang peternak Close House maupun Open House,” ucapnya,
Ia menambahkan, dalam menyikapi persoalan ini, Disnakeswan selaku pengemban fungsi pemerintah di daerah, akan berusaha semaksimal mungkin. Sebab jika peternak berhenti beroperasi, ketersediaan suplly daging ayam di pasaran pasti akan terganggu
Begitupun sebaliknya, PT Charoen selaku perusahaan pakan unggas skala internasional yang tidak hanya beroperasi di Indonesia, tentu tidak mungkin juga berani bermain-main dengan standar kualitas pakan mereka.
“Makanya nanti kami akan undang tim audit supervisi dari Ditjen PKH. Jika memang APCHADA mau uji pakan secara independen ya silahkan saja. Jika memang pengujiannya dilakukan di laboratorium UNAND, akan kembali lagi, yang digunakan apakah standar Lab atau standar Nasional yang telah kita lakukan di Lab Ditjen PKH, Bagi kita ya tidak ada masalah,” pungkasnya.
Di sisi lain, PT KSM sendiri setelah dicoba untuk dikonfirmasi belum merespon, baik itu panggilan telepon dan pesan Whatsapp. (h/fzi)














