Maka, sebetulnya sia-sia nasehat yang melarang orang untuk masuk neraka. Setiap orang pasti tidak ingin masuk neraka. Yang membedakan adalah apa yang dianggap sebagai neraka dan jalan ke pintunya bisa berbeda masing-masing orang.
Tanyakan kepada sekelompok orang yang penuh semangat membubarkan acara retret para siswa sekolah di sebuah rumah singgah di Sukabumi beberapa waktu lalu. Saya yakin mereka digerakkan oleh keyakinan bahwa tindakannya itu akan mengantarkannya pada pintu surga.
Namun, bagi kita, bagaimana mungkin surga diraih dengan kebencian dan tindakan perusakan. Bagaimana mungkin Tuhan menyayangi manusia yang hatinya dipenuhi kedengkian. Di manakah ada ajaran Tuhan yang menyuruh manusia untuk membubarkan sekelompok anak-anak dan remaja yang sedang retret di masa libur sekolah?
Kita bisa berdebat secara moral, bahkan teologis. Mungkin kita akan kelelahan meladeni perdebatan ini. Jika ukuran kebenaran adalah hadiah surga dari Tuhan, kita harus mengalami kematian dan hari pembalasan dulu di akhirat nanti.
Lebih baik, mari ciptakan surga dalam kehidupan di atas bumi ini. Kehidupan surgawi adalah kehidupan yang dipenuhi rasa cinta pada orang lain. Hanya cinta yang bisa mengubah bumi menjadi taman eden yang memberi keindahan hidup pada semua orang.
Fyodor Dostoevsky dalam The Brothers Karamazov bertanya, “What is hell?” Dia tidak sedang bertanya tentang neraka akhirat. Dia sedang bertanya tentang kesadaran mendasar dalam hidup kita saat ini.
Menurut Dostoevsky, neraka adalah “the suffering of being unable to love.”. Neraka adalah siksaan saat kita tak mampu untuk mencintai.










