Fokus awal Kunming Fair adalah pada perdagangan barang, terutama hasil bumi, pertanian, tekstil, dan kerajinan tangan dengan provinsi Tiongkok yang lain, serta meningkatkan hubungan ekonomi lintas batas antara Tiongkok dengan negara tetangga seperti Myanmar, Laos, Vietnam, Thailand, Kamboja, India, dan beberapa negara lain di Asia Selatan.
Sejak 2007, Kunming Fair mulai dikenal luas dengan partisipasi dari seluruh provinsi Tiongkok dan beberapa negara Asia lainnya. Pada tahun 2013, Pemerintah Tiongkok menggabungkan Kunming Fair dengan China-South Asia Expo (CSAE) demi memperluas cakupan pasar. CSAE menjadi pameran tingkat nasional dan internasional, sedangkan Kunming Fair tetap sebagai basis regional.
Sejak 2015, tempat pameran dipindahkan ke lokasi baru di DCEC yang dibangun sejak dua tahun sebelumnya. Pemindahan ini mengingat lokasi lama Kunming Trade Center tidak memadai lagi, karena hanya memiliki ruang pamer total seluas 50.000 meter persegi atau sekitar 5 hektare saja. Sedangkan DCEC yang dibangun modern dengan arsitektur menyerupai burung merak (peacock) raksasa, memiliki ruang pamer indoor delapan kali lebih besar, yakni 400.000 m2 atau 40 hektare. Dengan demikian mampu menampung peserta dan pengunjung yang jauh lebih banyak.
Membayangkan Rendang dan Solok Radjo
CSAE ke-9 dan Kunming Fair ke-29 yang berlangsung 19–24 Juni 2025 diikuti sekitar 2.510 perusahaan dari 73 negara dan seluruh provinsi dalam Republik Rakyat China. Rinciannya, sebanyak 1.568 perusahaan domestik, dan 942 perusahaan dari negara-negara Asia Selatan dan Asia Tenggara. Jumlah peserta meningkat sekitar 25 persen dibandingkan tahun lalu yang berjumlah sekitar 2.000 perusahaan.
Dari sekitar 600-an perusahaan Asia Selatan, paling menonjol adalah India dan Pakistan yang mendominasi dua paviliun masing-masing dengan 140 booth (stan). Sedangkan dari 10 negara ASEAN yang berpartisipasi, yang paling dominan adalah Vietnam dengan 70 stan atau menempati hampir separuh dari total paviliun yang disediakan untuk perusahaan dari negara-negara ASEAN. Setelah Vietnam menyusul Thailand, Malaysia, Laos, dan Myanmar. Indonesia, walaupun merupakan negara dengan jumlah penduduk dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, hanya mengikutkan dua atau tiga perusahaan saja. Salah satunya adalah Kopi Kapal Api.
Selesai acara pembukaan, delegasi Sumatera Barat diberi kesempatan meninjau Paviliun Asia Tenggara dengan sekitar 200 stan. Seperti telah disebutkan di atas, yang dominan adalah stan dari Vietnam yang berjumlah 70 buah. Seolah-olah Paviliun Nomor 6 tersebut adalah milik Vietnam sendiri karena didominasi merek-merek dalam huruf dan bahasa Vietnam. Mereka memamerkan kebanyakan produk-produk pertanian dan olahannya. Paling populer dan dikerubuti banyak orang adalah stan yang memamerkan dan menjual produk durian. Ganjil juga rasanya, sementara durian lebih banyak di negeri kita, tetapi yang mampu mengkomersialkannya adalah Vietnam.
“Tahun depan mudah-mudahan orang di Kunming ini sudah bisa menyaksikan ada stan randang dari Sumatera Barat,” kata Ketua Perkumpulan Bundo Kanduang, Prof. Dr. Ir. Hj. Raudha Thaib yang berdecak kagum melihat begitu agresifnya perusahaan-perusahaan dari Vietnam memanggakkan produk negara mereka di pameran di Kunming ini.














