Forum DAS Sumbar mengingatkan ancaman serius yang masih mengintai kawasan DAS Anai. Musibah banjir lahar dingin Gunung Marapi yang melanda kawasan Lembah Anai dan sempat memutus akses Padang–Bukittinggi pada 2024 lalu harus menjadi pelajaran penting dalam merancang strategi pengelolaan DAS Anai secara lebih konservatif dan berkelanjutan.
“Apalagi Sumbar adalah daerah dengan bencana hidrometeorologi yang paling lengkap di Indonesia, Saat bencana tahun lalu, curah hujan di kawasan Gunung Marapi dan Singgalang tercatat mencapai 130 milimeter per jam. Dalam kajian hidrologi, kondisi itu memicu debit banjir hingga 400,6 meter kubik per detik,” ujar Ketua Forum Das Sumbar, Prof. Isril Berd.
Tingginya curah hujan saat itu, menurut Prof. Isril, tidak mampu ditampung oleh DAS Anai yang telah mengalami pendangkalan. Berdasarkan kajian ilmiah, DAS Anai hanya mampu menampung sekitar 110 meter kubik lebih per detik.
“Artinya, ada kelebihan sekitar 290 meter kubik lebih per detik yang menjadi energi dahsyat dari aliran air. Ini yang kemudian menghantam restoran, pemandian, hingga fasilitas wisata,” ucapnya.
Ia menilai, tata ruang di kawasan DAS masih lemah, karena banyak bangunan tetap berdiri meski berada di zona rawan bencana. Bahkan ada rumah ibadah, kafe, hingga hotel yang terpapar risiko banjir bandang.
“Kalau bangunan di sempadan sungai sudah jelas berisiko, kenapa dibiarkan? Siapa yang berwenang? Pemerintah daerah (pemda) harus tegas. Jangan sampai pembiaran ini menjadi bumerang di kemudian hari,” ujarnya.
Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Agam Kuantan, Imas Aidaningsih juga mengingatkan pentingnya pengelolaan yang serius terhadap DAS Anai.
Apalagi, langkah ini berkaitan langsung dengan upaya mitigasi bencana, mengingat wilayah ini pernah dilanda banjir bandang yang mengakibatkan kerugian besar.














