Kepala UPTD Museum Adityawarman, Tuti Alawiyah, mengatakan peristiwa gempa 16 tahun lalu dan pameran ini kait berkait. Pada 16 tahun lalu gempa itu meluluhlantakkan bangunan, termasuk Museum Adityawarman (bangunan dan koleksi-koleksinya).
“Dan Pameran Keramik ini bercerita bagaimana bencana alam turut berdampak kepada mereka. Koleksi ini saksi bisu dari peristiwa yang terjadi. Dan ini tentunya menjadi sebuah upaya bagi kita bersama untuk menjaga dan mempertahankannya,” ujarnya.
Dari peringatan gempa Padang 2009 ini, kata Tuti, Pameran Keramik membawa harapan besar. “Harapannya dari puing-puing muncul semangat untuk bangkit. Ingatan kolektif harus dijaga melalui benda. Dari pecahan ini lahir makna baru. Retakan ini bukanlah akhir, tapi awal untuk kita membersamainya lebih baik lagi,” katanya.
Peristiwa Gempa dan Kerusakan Koleksi Jadi Narasi Kebertahanan
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Jefrinal Arifin, mengatakan bahwa Museum Adityawarman merupakan ruang ingatan. Di sinilah sejarah dan budaya dititipkan agar tidak lekang oleh waktu. Dari peristiwa gempa itulah keberadaan Pameran Keramik ini menengahi ingatan duka dengan semangat untuk bangkit.
“Museum bukan sekadar etalase, tapi identintas kebudayaan kita. Pengetahuan dan identitas ini harus kita jaga dan kita rawat dari generasi ke generasi kita,” katanya.
Di sisi lain, Kadis Kebudayaan itu juga mengingatkan kerawanan Sumbar terhadap bencana mengisyaratkan semua pihak tanpa terkecuali untuk melangkah bersama dalam memitigasi diri dari bencana yang akan datang, termasuk halnya Museum Adityawarman yang diingatkan melalui gelaran Pameran Keramik ini.














