“Pameran ini membuka ruang percakapan kepada generasi tentang benda leluhur dan jalannya menembus zaman. Bahkan dalam bencana pun, ia menjadi saksi bisu yang kemudian dihadirkan pada kegiatan,” ujarnya.
Bryant, seorang siswa SMP Maria Padang merasa terkesan dengan Pameran Temporer Museum Aditywarman ini. Ia senang dan mengaku sibuk mematut-matut koleksi yang terpajang.
“Koleksi-koleksi yang menarik saya foto
Hampir 20an momen saya fotokan. Saya senang sekali, karena dalam kesenangan ini saya juga sedang belajar jadinya,” katanya.
Andrew, teman Bryant yang sedang bersamanya juga berkata demikian. Semua koleksi disambanginya dengan antusias. “Ada yang menarik dan belum kami lihat itu kami foto dan lihat cukup lama. Kami betul-betul belajar dan mendapatkan sesuatu yang baru,” ulasnya.
Sama halnya dengan Fathiya, seorang siswi SMAN 1 Kota Padang. Sekolahnya juga turut menjadi peserta undangan pada Pameran Keramik tersebut. Ia yang berkonvoi dengan teman-temanya melihatkan raut wajah yang ceria menikmati pajangan koleksi-koleksi yang ada.
“Memang sudah sering juga ke sini. Tapi tetap saja menyenangkan. Ini sangat mengedukasi kami dan hal-hal yang sebenarnya lama, tapi baru kami ketahui,” ujarnya.
Selain itu, Fathiya juga baru menyadari bahwa seni pun ternyata bisa membicarakan konteks bencana alam sekalipun. Bahkan, hal itu sangat melekat daripada sekadar peringatan seremonial maupun tuturan lisan.
“Ternyata penangkapan kami lebih dapat melalui pameran ini. Seolah kami merasakan keretakan kolekasi keramik ini akibat peristiwa gempa 2009 lalu. Semoga kegiatan yang serupa ini dilanjutkan agar menjadi pembelajaran penting bagi generasi kami ke depannya,” kata Fathiya mengharapkan. (*)














