Kamis, 4 Desember 2025
HarianHaluan.id
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • UTAMA
  • EkBis
  • NASIONAL
  • OLAHRAGA
  • SUMBAR
    • AGAM
    • BUKITTINGGI
    • DHARMASRAYA
    • KAB. SOLOK
    • KOTA SOLOK
    • KAB. LIMAPULUH KOTA
    • MENTAWAI
    • PADANG
    • PADANG PANJANG
    • PADANG PARIAMAN
    • PARIAMAN
    • PASAMAN
    • PASAMAN BARAT
    • PAYAKUMBUH
    • PESISIR SELATAN
    • SAWAHLUNTO
    • SIJUNJUNG
    • SOLOK SELATAN
    • TANAH DATAR
  • OPINI
  • PENDIDIKAN
    • KAMPUS
      • INSTITUT TEKNOLOGI PADANG
      • POLITEKNIK ATI PADANG
      • POLITEKNIK NEGERI PADANG
    • SASTRA BUDAYA
  • PARIWISATA
  • WEBTORIAL
  • PILKADA SUMBAR
  • INSPIRASI
  • RAGAM
    • PERISTIWA
    • HIBURAN
    • KESEHATAN
    • LIFESTYLE
    • OTOMOTIF
    • RANAH & RANTAU
      • KABA RANAH
      • KABA RANTAU
    • PRAKIRAAN CUACA
  • UTAMA
  • EkBis
  • NASIONAL
  • OLAHRAGA
  • SUMBAR
    • AGAM
    • BUKITTINGGI
    • DHARMASRAYA
    • KAB. SOLOK
    • KOTA SOLOK
    • KAB. LIMAPULUH KOTA
    • MENTAWAI
    • PADANG
    • PADANG PANJANG
    • PADANG PARIAMAN
    • PARIAMAN
    • PASAMAN
    • PASAMAN BARAT
    • PAYAKUMBUH
    • PESISIR SELATAN
    • SAWAHLUNTO
    • SIJUNJUNG
    • SOLOK SELATAN
    • TANAH DATAR
  • OPINI
  • PENDIDIKAN
    • KAMPUS
      • INSTITUT TEKNOLOGI PADANG
      • POLITEKNIK ATI PADANG
      • POLITEKNIK NEGERI PADANG
    • SASTRA BUDAYA
  • PARIWISATA
  • WEBTORIAL
  • PILKADA SUMBAR
  • INSPIRASI
  • RAGAM
    • PERISTIWA
    • HIBURAN
    • KESEHATAN
    • LIFESTYLE
    • OTOMOTIF
    • RANAH & RANTAU
      • KABA RANAH
      • KABA RANTAU
    • PRAKIRAAN CUACA
HarianHaluan.id
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • UTAMA
  • EkBis
  • NASIONAL
  • OLAHRAGA
  • SUMBAR
  • OPINI
  • PENDIDIKAN
  • PARIWISATA
  • WEBTORIAL
  • PILKADA SUMBAR
  • INSPIRASI
  • RAGAM
HARIANHALUAN.ID OPINI

Seabad Chairil dalam Zaman yang Bising

Editor: Leni Marlina
Rabu, 19/11/2025 | 15:19 WIB
Abdul Wachid B.S.

Abdul Wachid B.S.

ShareTweetSendShare

Oleh:

Abdul Wachid B.S.

Guru Besar Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Saizu Purwokerto

Chairil Anwar bukan sekadar nama besar dalam sejarah sastra Indonesia, melainkan semacam cermin tempat kita menatap wajah keindonesiaan yang terus berubah. Ia hadir bukan hanya sebagai penyair yang mengguncang bahasa dan menembus batas kebebasan, tetapi juga sebagai simbol manusia merdeka yang mencari makna diri di tengah pergulatan zaman.

Puisi-puisinya lahir dari jiwa yang gelisah, tetapi justru di sanalah kita menemukan denyut kebangsaan yang jujur, berani, dan manusiawi. Membaca Chairil Anwar hari ini berarti menelusuri kembali hubungan antara puisi, kebebasan, dan identitas: tiga hal yang menjadi nadi bagi keberlanjutan kebudayaan Indonesia modern.

Namun, setiap zaman membaca Chairil dengan cara yang berbeda. Bagi generasi pasca-kolonial, ia adalah suara perlawanan; bagi generasi kini, mungkin ia lebih sering hadir sebagai ikon dalam buku pelajaran atau kutipan media sosial. Pergeseran ini wajar, sebab karya besar memang selalu lahir kembali di tangan pembacanya. Yang penting ialah bagaimana kita menafsir ulang semangat Chairil agar tetap hidup di tengah dunia yang kian bising oleh informasi, tetapi kian sunyi oleh refleksi.

Dalam esainya di Kompas.id, Nizar Machyuzaar mengangkat gagasan menarik: metafora Chairil seperti “aku ini binatang jalang” dan “aku ingin hidup seribu tahun lagi” telah menjadi jembatan yang terlalu sering dilalui, sehingga kehilangan kejutan dan vitalitasnya. Ia menyebutnya sebagai kematian metafora, sebuah istilah yang memancing perenungan baru.

Namun, benarkah metafora Chairil sudah mati? Ataukah justru masyarakat Indonesia hari ini yang kehilangan elan vital untuk menafsir ulang makna-makna Chairil secara kreatif dan progresif?

Chairil Anwar adalah tonggak penting dalam sejarah puisi Indonesia. Ia membuka jalan bagi ekspresi individualisme, keberanian eksistensial, dan semangat melampaui batas, sebuah karakter yang belum tentu nyaman dibaca oleh masyarakat Indonesia yang lebih menyukai harmoni sosial daripada teriakan “aku”-yang-luka. Dalam puisi “Aku”, Chairil menyatakan: “Aku ini binatang jalang // dari kumpulannya terbuang.” Kalimat ini menandai lompatan besar dalam sastra Indonesia karena memperkenalkan subjektivitas yang radikal dan otentik dalam konteks kolonial yang menindas.

Nizar menyebut bahwa frasa tersebut kini menjadi “metafora familiar” sehingga daya dorongnya menurun. Namun, metafora tidak mati karena sering digunakan. Ia hanya kehilangan daya gugah ketika pembaca berhenti mencari makna baru di dalamnya. Roland Barthes dalam Image-Music-Text menyatakan bahwa makna bukanlah sesuatu yang tetap, melainkan “produk interaksi antara teks dan pembaca” (New York: Hill and Wang, 1977:147). Maka jika metafora Chairil terasa tumpul hari ini, bisa jadi karena kepekaan pembaca yang ikut tumpul terhadap tanda-tanda zaman.

“Aku” Chairil dan “Kita” Indonesia        

Kita bisa membandingkan bagaimana Chairil membangun relasi dengan kata “aku” dan bagaimana negara kita mengelola konsep “kita”. Nizar mengajukan perbedaan antara kata penunjuk ini dalam “aku ini binatang jalang” yang menunjukkan kedekatan eksistensial, dengan kata penunjuk itu dalam frasa “bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa” yang menunjukkan jarak.

Di sini, saya sepakat: Chairil menulis dari kedalaman rasa yang ia alami langsung, sedangkan negara sering berbicara dalam bahasa normatif dan impersonal. Artinya, bangsa ini membutuhkan Chairil-Chairil baru untuk menjembatani kembali antara cita-cita kemerdekaan dan kenyataan kehidupan rakyatnya.

Dalam konteks keindonesiaan hari ini, kita menghadapi paradoks yang tak kalah rumit: kebebasan telah dijamin secara konstitusional, namun ekspresi kritis sering kali dibungkam secara sosial atau politis. Chairil bisa hidup bebas dalam kata, karena ia menolak tunduk pada kekuasaan, baik kolonial, sosial, maupun budaya. Maka ketika kita memperingati seratus tahun Chairil, yang kita butuhkan bukanlah nostalgia terhadap puisi-puisinya, melainkan revitalisasi semangatnya dalam menghadapi zaman.

Chairil tak sekadar menulis puisi. Ia menulis hidupnya. Ia menolak hidup normatif; ia hidup seperti puisinya, terbuka, liar, tidak tunduk, dan menggugat. Itulah yang membuat puisinya tetap relevan jika dibaca secara aktif, bukan pasif. Dalam sajak “Karawang-Bekasi” (1948), Chairil menggabungkan nasionalisme dengan luka personal: “Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi/ tidak bisa teriak ‘Merdeka!’ dan angkat senjata lagi…”

Ia tidak menulis sebagai “pahlawan”, melainkan sebagai penyaksi dan pengemban luka kolektif. Di sinilah puisinya menjadi refleksi sosial-politik yang dalam. Keindonesiaan hari ini, yang penuh ambiguitas identitas dan tantangan kebangsaan, sangat membutuhkan puisi-puisi yang jujur semacam ini, yang berani bersuara bukan demi kekuasaan, tapi demi kemanusiaan.

Tafsir Ulang, Bukan Penguburan

Oleh karena itu, dalam menanggapi pendapat Nizar bahwa metafora Chairil bisa rapuh, buntu, atau terlalu familiar, saya justru melihatnya sebagai peluang. Familiaritas bukan berarti kehampaan, melainkan ajakan untuk menggali ulang. Paul Ricoeur dalam The Rule of Metaphor menegaskan: “Metaphor is the process by which the literal is replaced by the surprising” (London: Routledge, 1978:8). Maka tugas kita hari ini adalah memperbarui tafsir, bukan menguburkan metafora.

Sebagaimana Chairil mengguncang zaman kolonial dengan sajak-sajaknya, kini giliran kita mengguncang zaman digital yang serba cepat, dangkal, dan kehilangan spiritualitas. Chairil adalah pengingat bahwa puisi bisa mengubah kesadaran. Ia bukan hanya penggubah kata, tetapi juga penempuh jalan sunyi. Maka, seabad Chairil adalah panggilan untuk bangkit kembali, menulis, membaca, dan berpikir dengan keberanian.

Dengan begitu, metafora Chairil tak mati. Ia hanya menunggu kita menyapanya kembali, bukan dengan hormat kosong, tetapi dengan keberanian untuk menjadi “binatang jalang” di zaman yang jinak dan gaduh ini. (*)

Tags: Seabad ChairilZaman yang Bising
ShareTweetSendShare

BacaJuga

Saat Tiga Provinsi Menjerit: Status Bencana Nasional tak Bisa Ditunda

Saat Tiga Provinsi Menjerit: Status Bencana Nasional tak Bisa Ditunda

Rabu, 03/12/2025 | 15:39 WIB
Perlu Kategori Baru: “Bencana Regional”

Perlu Kategori Baru: “Bencana Regional”

Selasa, 02/12/2025 | 18:09 WIB
Pulihkan Hulu DAS dan Sumber Air Berkelanjutan

Pulihkan Hulu DAS dan Sumber Air Berkelanjutan

Selasa, 02/12/2025 | 18:03 WIB
Analisis Pengalaman Psikologis Praktisi Magang dalam Penanganan Klien Anak di Biro Psikologi

Analisis Pengalaman Psikologis Praktisi Magang dalam Penanganan Klien Anak di Biro Psikologi

Selasa, 02/12/2025 | 17:43 WIB
Bencana Nasional

Saat Tiga Provinsi Menjerit: Mengapa Status Bencana Nasional Tak Bisa Ditunda?

Selasa, 02/12/2025 | 15:38 WIB
Kayu Ditebang, Banjir Menggenang

Kayu Ditebang, Banjir Menggenang

Senin, 01/12/2025 | 17:19 WIB

HALUANePaper

Digital Interaktif.

Edisi 1 Januari 1970

HALUANOPINI

Saat Tiga Provinsi Menjerit: Status Bencana Nasional tak Bisa Ditunda
OPINI

Saat Tiga Provinsi Menjerit: Status Bencana Nasional tak Bisa Ditunda

Rabu, 03/12/2025 | 15:39 WIB

SelengkapnyaDetails
Perlu Kategori Baru: “Bencana Regional”

Perlu Kategori Baru: “Bencana Regional”

Selasa, 02/12/2025 | 18:09 WIB
Pulihkan Hulu DAS dan Sumber Air Berkelanjutan

Pulihkan Hulu DAS dan Sumber Air Berkelanjutan

Selasa, 02/12/2025 | 18:03 WIB
Analisis Pengalaman Psikologis Praktisi Magang dalam Penanganan Klien Anak di Biro Psikologi

Analisis Pengalaman Psikologis Praktisi Magang dalam Penanganan Klien Anak di Biro Psikologi

Selasa, 02/12/2025 | 17:43 WIB
Bencana Nasional

Saat Tiga Provinsi Menjerit: Mengapa Status Bencana Nasional Tak Bisa Ditunda?

Selasa, 02/12/2025 | 15:38 WIB

HALUANTERPOPULER

  • FORM Solok Selatan Turun ke Jalan, Galang Dana Kepedulian untuk Korban Bencana Sumbar‎‎‎

    FORM Solok Selatan Turun ke Jalan, Galang Dana Kepedulian untuk Korban Bencana Sumbar‎‎‎

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tinjau Empat Daerah Terdampak, Cerint Irraloza Tasya : Kehancuran Hutan Sumbar Dibayar Nyawa Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Senyum Haru Derianti, Ketika Gubuk Reyot Menjadi Rumah Layak Huni

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sosok Pengusaha yang Laporkan Anggota DPRD Pessel Novermal Jadi Tersangka Pembalakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bupati Hendrajoni Tinjau Kerusakan Infrastruktur Akibat Banjir di Lengayang dan Ranah Pesisir

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
HarianHaluan.id

Kantor Redaksi dan Bisnis:
Jln. Prof Hamka (Komp. Bandara Tabing - Lanud St. Syarir) - Kota Padang - Sumatera Barat (25171)

  [email protected]

  Redaksi: 08126888210 (Nasrizal)
  Iklan: 081270864370 (Andri Yusran)

Instagram Harianhaluan Post

  • Telkomsel mengeluarkan Paket SIAGA Peduli dalam situasi tertentu sebagai bentuk dukungan kepada pelanggan. Penyebab umum paket ini diberikan adalah:

1. Program Bantuan Saat Kondisi Darurat / Bencana
Kuota SIAGA Peduli sering diberikan ketika suatu daerah terdampak bencana, gangguan jaringan, atau situasi darurat lain. Tujuannya agar pelanggan tetap bisa berkomunikasi dan mengakses informasi penting.

2. Bentuk Tanggung Jawab Sosial (CSR)
Program ini merupakan bagian dari Corporate Social Responsibility (CSR) Telkomsel. Provider memberikan bantuan kuota gratis untuk membantu masyarakat yang membutuhkan akses internet.

3. Mendukung Kegiatan Penting Masyarakat
Kadang paket ini diberikan pada masa tertentu, misalnya:
situasi nasional yang membutuhkan akses komunikasi,
periode tinggi aktivitas digital,
atau kondisi khusus di daerah tertentu.
  • Presiden RI, Prabowo Subianto memastikan pemerintah pusat akan
membangun kembali seluruh infrastruktur yang rusak akibat bencana hidrometeorologi yang melanda sejumlah daerah di Sumatera Barat (Sumbar). Untuk itu, ia mengajak dan berharap segenap masyarakat Sumbar bisa segera bangkit kembali.

Follow Us

  • Index
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

HarianHaluan.id © 2025.

Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • UTAMA
  • EkBis
  • NASIONAL
  • OLAHRAGA
  • SUMBAR
    • AGAM
    • BUKITTINGGI
    • DHARMASRAYA
    • KAB. SOLOK
    • KOTA SOLOK
    • KAB. LIMAPULUH KOTA
    • MENTAWAI
    • PADANG
    • PADANG PANJANG
    • PADANG PARIAMAN
    • PARIAMAN
    • PASAMAN
    • PASAMAN BARAT
    • PAYAKUMBUH
    • PESISIR SELATAN
    • SAWAHLUNTO
    • SIJUNJUNG
    • SOLOK SELATAN
    • TANAH DATAR
  • OPINI
  • PENDIDIKAN
    • KAMPUS
      • INSTITUT TEKNOLOGI PADANG
      • POLITEKNIK ATI PADANG
      • POLITEKNIK NEGERI PADANG
    • SASTRA BUDAYA
  • PARIWISATA
  • WEBTORIAL
  • PILKADA SUMBAR
  • INSPIRASI
  • RAGAM
    • PERISTIWA
    • HIBURAN
    • KESEHATAN
    • LIFESTYLE
    • OTOMOTIF
    • RANAH & RANTAU
      • KABA RANAH
      • KABA RANTAU
    • PRAKIRAAN CUACA

HarianHaluan.id © 2025.