Di pusat lokasi bencana, saya bertemu Bhabinsa Salareh Aia, Serka Ridwan Alamsyah. Pakaian dinasnya masih berlumur lumpur. Ia seperti belum tidur sejak bencana terjadi. “Daerah yang terparah itu Salareh Aia dan Salareh Aia Timur. Waktu kejadian, saya langsung turun ke lokasi. Kampung ini porak-poranda,” ujarnya.
Malam itu ia tak bisa mengevakuasi korban karena gelap total. Listrik mati, hujan menyisakan langit kelam. “Kami hanya bisa menunggu pagi,” katanya.
Keesokan harinya, ia memimpin masyarakat melakukan evakuasi. “Awalnya warga tidak berani. Baru ketika kami turun, mereka mulai ikut mengangkat jenazah,” ucapnya lagi.
Dengan suara berat ia menambahkan, “Kami menemukan delapan jenazah. Dari anak kecil, yang tidak bisa diidentifikasi, sampai potongan tubuh,” ucapnya lirih.
Melihat luasnya dampak galodo, ia memperkirakan ratusan warga masih tertimbun. “Bisa jadi lebih dari 300 orang,” tuturnya.
Siang itu, kami ke lokasi bencana bersama rombongan pemerintah daerah. Bupati Agam, Benni Warlis meninjau lokasi bersama Forkopimda. Ia tampak serius mendengar laporan masyarakat.














