PARIAMAN, HARIANHALUAN.ID — Upaya menekan kasus stunting di Kota Pariaman mulai menunjukkan hasil menggembirakan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Pariaman, angka stunting pada tahun 2024 turun menjadi 15,6 persen, dari 17,6 persen pada tahun sebelumnya.
Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Pariaman, Susrikawati, menyebut penurunan dua persen itu merupakan hasil kerja bersama lintas sektor, mulai dari tenaga kesehatan, kader posyandu, hingga partisipasi masyarakat.
“Penurunan dua persen ini cukup bagus, dan untuk data tahun 2025 akan kita rekap di akhir tahun,” ujarnya, beberapa waktu lalu.
Menurut Susrikawati, pemantauan kasus stunting kini dilakukan melalui aplikasi khusus yang mencatat data setiap bayi baru lahir, termasuk berat dan tinggi badan. Sistem ini secara otomatis mengategorikan anak yang berada di bawah standar sebagai stunting.
“Data tersebut diperbarui setiap bulan. Karena itu, angka bisa naik atau turun tergantung perkembangan anak,” jelasnya.
Ia mencontohkan, anak yang berada di ambang batas bisa berubah status hanya karena kenaikan berat atau tinggi badan. Sementara itu, anak berusia di atas lima tahun akan otomatis keluar dari sistem pemantauan karena sudah tidak termasuk kategori stunting.
“Itulah sebabnya data bisa berubah-ubah tiap bulan, tergantung pada perkembangan anak,” kata Susrikawati.
Dijelaskannya, program penurunan stunting di Kota Pariaman tidak dilakukan melalui satu kegiatan khusus, melainkan terintegrasi dalam berbagai program kesehatan masyarakat. Hampir seluruh kegiatan di Dinas Kesehatan, lanjutnya, berorientasi pada pencegahan stunting.
Fokus utama diarahkan pada pemantauan ibu hamil berisiko tinggi, terutama yang berpotensi melahirkan bayi dengan kekurangan gizi. “Kami awasi betul asupan gizinya. Karena stunting bukan sekadar anak pendek, tapi kondisi kekurangan gizi kronis yang memengaruhi tumbuh kembang, terutama otak,” ujarnya.
Susrikawati menekankan bahwa 80 persen pertumbuhan otak anak terjadi pada dua tahun pertama kehidupan. Jika pada masa itu anak kekurangan gizi, perkembangan sel otak tidak dapat diperbaiki.
“Kalau tinggi badan masih bisa dikejar di masa remaja, tapi pertumbuhan sel otak tidak bisa diulang lagi,” jelasnya.
Ia berharap masyarakat semakin sadar pentingnya gizi seimbang sejak masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun. “Harapan kami, tidak hanya angkanya yang turun, tapi juga kesadaran masyarakat meningkat, karena pencegahan stunting dimulai dari rumah,” tutupnya. (*)














