Dari hasil pemeriksaan, penyidik menemukan dugaan penebangan di luar areal PHAT SD seluas lebih kurang 83,31 hektare. Selain itu, terdapat dugaan selisih pengangkutan kayu bulat dari LCH yang mencapai 11.299,81 m³, jauh melebihi ketentuan seharusnya yaitu 7.012,21 m³.
Dengan dua alat bukti yang sah, penyidik meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan terhadap SD (60), pengurus PHAT SD, dan BS (49), dengan sangkaan Pasal 78 ayat (6) jo Pasal 50 ayat (2) huruf c UU 41/1999 tentang Kehutanan dan sejumlah aturan turunannya.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera, Hari Novianto, menyebut gugatan praperadilan sering disalahgunakan untuk menguji materi pokok perkara, padahal seharusnya hanya menyangkut aspek formil, yakni keabsahan dua alat bukti minimal.
“Praperadilan ini menantang karena kami harus membuktikan seluruh proses penyidikan hingga penetapan tersangka dilakukan sesuai ketentuan hukum. Penetapan tersangka didasarkan pada lebih dari dua bukti yang sah sesuai KUHAP, putusan MK, dan aturan MA,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa Gakkum menghadirkan ahli dalam persidangan untuk memperkuat pembuktian formil.
“Putusan ini patut diapresiasi. Hakim telah tegak lurus menegakkan hukum acara praperadilan,” katanya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan bahwa ekosistem hutan di Kabupaten Solok memiliki fungsi vital sebagai daerah tangkapan air dan harus dijaga kelestariannya.
“Negara akan selalu hadir memastikan hutan primer tetap lestari, baik di kawasan hutan maupun di APL. Penanganan perkara ini adalah bentuk konsistensi penegakan hukum kehutanan,” pungkasnya. (*)














