“Atas situasi luar biasa ini, pemerintah pusat harus segera menetapkan status darurat bencana nasional. Ini bukan lagi bencana lokal. Kekuatan dan sumber daya nasional harus dikerahkan untuk keselamatan masyarakat,” kata mereka.
Melalui status ini, mereka berharap mobilisasi personel, logistik, alat berat, pendanaan, dan percepatan pemulihan dapat dilakukan tanpa hambatan birokrasi yang selama ini menghambat percepatan penanganan.
Penetapan status bencana nasional juga dinilai menjadi bentuk pengakuan bahwa krisis ekologis di Sumatera telah mencapai skala yang tak lagi bisa disikapi dengan pendekatan biasa.
Desakan keras ini menjadi peringatan bagi pemerintah bahwa bencana di Sumatera bukan sekadar peristiwa alam, tetapi akibat struktural dari tata kelola lingkungan yang gagal. LBH-YLBHI menilai momentum ini harus menjadi titik balik kebijakan, bukan sekadar rutinitas tanggap darurat yang terus berulang setiap tahun.
Minta Pemangkasan TKD Dibatalkan
Pemerintah Provinsi (Pemprov) sudah “angkat tangan” menangani bencana banjir dan tanah longsor yang melanda sejumlah daerah di Sumbar. Oleh karenanya, Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah meminta Pemerintah Pusat membatalkan rencana pemotongan anggaran Transfer ke Daerah (TKD) tahun 2026 untuk Sumbar yang mencapai lebih dari Rp2,6 triliun.
Usulan tersebut disampaikan menyusul besarnya kebutuhan anggaran untuk penanganan dan pemulihan pascabencana ekologis yang kini tengah mendera Ranah Minang. Mahyeldi mengatakan pihaknya telah menyurati Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa agar efisiensi TKD yang direncanakan untuk Sumbar dapat dibatalkan.














