Oleh: Otong Rosadi (Dosen Filsafat Hukum dan Politik Hukum Universitas Ekasakti)
Banjir bandang dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat hingga malam 3 Desember 2025 setidaknya menyebabkan 811 jiwa meninggal dan 623 jiwa hilang dan 2.600 luka. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 3,3 juta orang terdampak bencana Sumatera ini.
Apa tanggung jawab negara dan bagaimana Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur hal ini? Artikel ini akan melihat dari optik hukum tata negara dalam hal ini politik hukum UUD 1945.
Tidak banyak yang menyadari bahwa konstitusi Indonesia sesungguhnya memuat nilai ekologis. UUD 1945 tidak hanya mengatur relasi negara dan warga, tetapi juga mencoba menata hubungan manusia dengan alam.
Para pembentuk UUD 1945 memahami bahwa kemerdekaan tak akan bermakna tanpa keberlanjutan ruang hidup bagi bangsa merdeka. Pembukaan UUD 1945, dua dari empat mission sacrée berdirinya negara menegaskan dengan jelas: “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum….”
Kedua mandat ini bersifat ekologis sekaligus ekonomis. Melindungi bangsa niscaya mencakup perlindungan atas ruang hidupnya; memajukan kesejahteraan meniscayakan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan untuk seluruh rakyat.
Jadi, persoalan ekologi bukanlah isu politik legislasi atau bahkan teknis administratif semata, melainkan perintah konstitusional yang melekat pada raison d’être negara. Dua pasal penting memberi fondasi konstitusi ekologis itu.










