Penulis : Tsamarah Luqiyana, S. Psi
Pemerintah Jepang mengenalkan konsep society 5.0 pada tahun 2016 lalu. Visi ini merupakan salah satu pandangan di masa yang akan datang setelah melewati fase fase sebelumnya yaitu era masyarakat berburu (Masyarakat 1.0), masyarakat agraris (Masyarakat 2.0), masyarakat industri (Masyarakat 3.0), dan masyarakat informasi (Masyarakat 4.0).
Dalam Rencana Dasar Sains dan Teknologi ke-5, Society 5.0 pertama kali dikenalkan sebagai “masyarakat yang berpusat pada manusia di mana pembangunan ekonomi dan penyelesaian masalah sosial saling
kompatibel melalui sistem dunia maya dan dunia fisik yang sangat terintegrasi.”
Untuk mewujudkan dan mewujudkan konsep Society 5.0 menggambarkan sebagai “masyarakat yang berkelanjutan dan tangguh menghadapi ancaman serta situasi yang tidak terduga dan tidak pasti, yang menjamin keselamatan dan keamanan masyarakat, dan individu untuk mewujudkan kesejahteraan yang beragam” (Cabinet Office, Government of Japan, n.d.)
Era society 5.0 ini merupakan perubahan yang mengarahkan masyarakat untuk menuju masyarakat yang berkelanjutan dan tangguh melalui perpaduan dunia maya dan dunia nyata.
Dalam Society 5.0, akan berfokus pada manusia sebagai pusat dan teknologi sebagai latar untuk mengembangkan berbagai kebutuhan sosial. Masyarakat dibantu dengan kembaran digital di dunia maya, mencakup di berbagai sektor pendidikan, kesehatan, serta industri. Selain itu transformasi ke dunia digital telah menjadi aspek penting dari strategi pembangunan nasional, terlihat dari perluasan jaringan internet, pertumbuhan startup digital, dan adopsi layanan daring seperti e-commerce, e-government, fintech, serta penggunaan teknologi sebagai alat bantu dalam bidang pendidikan (Nastiti & Abdu, 2020; Graciello & Wibawa, 2022 ).
Menurut survey dari Data Portal menyatakan bahwa Indonesia memiliki 356 juta pengguna gadget (Simon Kemp, 2025). Masyarakat di Indonesia juga merupakan salah satu yang paling aktif menggunakan internet dengan jumah 225 juta. Berdasarkan hasil riset yang paling banyak menggunakan gadget adalah Gen Z (kelahiran 1997-2012) sebanyak 34,40%.
Lalu, berusia generasi milenial (kelahiran 1981-1996) sebanyak 30,62% (Leo Dwi Jatmiko, 2025).
Berdasarkan data BPS pada tahun 2022 jumlah pengguna gadget untuk anak usia dini di Indonesia sebanyak 33,44%, dengan rincian 25,5% pengguna anak berusia 0-4 tahun dan 52,76% anak berusia 5-6 tahun.
Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2023 jumlah pengguna internet usia 5-12 tahun meningkat sebanyak 13.02% dari pada tahun 2022 yang berjumlah sebanyak 11.49% (BPS, 2024).
Serta menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2024, 89% anak berusia 5 tahun ke atas di Indonesia telah menggunakan internet. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa anak-anak juga merupakan pondasi dalam keberhasilan visi era society 5.0.
Kemajuan teknologi tidak hanya bermanfaat untuk orang dewasa namun dapat bermanfaat juga untuk anak-anak. Penelitian dari Pratama & Wibawa, 2022) menyatakan bahwa teknologi yang digunakan dalam pendidikan kebanyakan berasal dari segi komunikasi dan informasi.
Seperti contohnya pada zaman sekarang pengajar tidak perlu lagi untuk memberikan pembelajaran secara tatap muka, melainkan bisa dilakukan dimana saja tidak terbatas akan ruang dan waktu.
Selain itu siswa juga bisa mencari materi-materi lebih dari beberapa sumber, sehingga sumber informasi tidak lagi hanya terpaku pada pengajar saja. Para pelaku pembelajaran diharap bisa untuk memperoleh keterampilan dan pemrosesan data demi mengikuti perkembangan dari Society 5.0.
Cara yang bisa diambil adalah dengan membuat model pelatihan yang mampu mengembangkan kompetisi dalam pekerjaan, konsumsi budaya, adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang kerap terjadi, kepemilikan konsep dasar, dan interaksi dengan lingkungan sekitar bersamaan dengan pengembangan diri kemajuan teknologi ini dapat memaksimalkan lingkungan belajar yang lebih personal dan adaptif, sebagai
pendukung tumbuh kembang, bukan pengganti interaksi manusia dengan tetap fokus untuk meningkatkan kesejahteraan anak, bukan sekadar penggunaan teknologi.
Jadi, Society 5.0 memanfaatkan teknologi untuk membantu anak berkembang secara sosial, emosional, dan kognitif. Namun tentu saja ini tidak mudah karena Indonesia yang merupakan negara berkembang akan menemukan berbagai tantangan seperti tidak merata terhadap akses teknologi, minimnya literasi digital, masalah pendidikan serta adanya ketidakseimbangan antara daerah kota dan desa.
Bagi orang tua akan menemukan gejolak apakah aman bagi anak mereka untuk berkembang diantara kemajuan teknologi ini? Baik anak maupun orang tua mungkin belum sepenuhnya memahami risiko digital, adanya risiko problematic internet use, serta paparan konten tidak layak jika minimnya pengawasan dari orang dewasa (Zain et al, 2022).
Maka dari itu pentingnya bimbingan serta peran orang tua dalam era society 5.0 pada anakanak. Orang tau diharapkan mampu memberikan dukungan dan respon aktif saat anak menghadapi pengalaman negatif daring, melakukan diskusi tentang keamanan internet, melakukan pemantauan aktivitas daring anak dengan cara yang terbuka, meningkatkan pengetahuan tentang internet dan perilaku daring, mendorong anak untuk melakukan tindakan perlindungan diri secara daring, serta mempromosikan pendidikan keamanan digital sejak dini (Unicef indonesia, 2023).
Selain pengawasan dari orang tua tentu saja pentingnya pengawasan dan pemilahan yang ketat oleh pemerintah seperti kominfo dan komdigi terhadap konten atau informasi yang dapat diakses oleh anak-anak. Seperti pemerintah dari negara negara lain dimana mereka tetap memanfaat kan kemajuan teknologi untuk tumbuh kembang anak namun tetap memiliki batasan-batasan sehingga teknologi benar benar menjadi alat bantu yang berdampak positif bagi semua penggunanya.
Misalnya seperti pemerintah negara Cina yang melakukan integrasi teknologi dalam pendidikan, seperti pemanfaatan teknologi cloud dan kecerdasan buatan, telah membantu mengatasi kesenjangan pendidikan antara wilayah urban dan rural, memperluas akses pembelajaran berkualitas, dan mendukung inovasi pendidikan yang berkelanjutan.
Pendekatan ini membuktikan bahwa pendidikan yang berbasis teknologi mampu mempercepat peningkatan kualitas hidup masyarakat di berbagai wilayah (Latansa & Sassi, 2024). (*)











