PESISIR SELATAN, HARIANHALUAN.ID — Tiga organisasi lingkungan hidup, yakni Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup (AJPLH), Lembaga Peduli Lingkungan Hidup Indonesia (LPLH-Indonesia), dan Masyarakat Anti Kerusakan Lingkungan dan Hutan (MAKALAH), menyoroti aktivitas pertambangan batu bara di Nagari Tambang, Kecamatan IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Aktivitas tambang tersebut diduga dilakukan oleh PT Barakara Ranah Pesisir, perusahaan yang disebut menerima kontrak kerja sama dengan PT Atoz Nusantara Mining. Namun, tiga organisasi lingkungan itu menduga bahwa operasi tambang tersebut belum mengantongi izin lingkungan dari pemerintah daerah setempat.
Ketua Umum AJPLH, Soni, S.H., M.H., M.Ling, yang melakukan investigasi langsung pada Sabtu (6/12/2025), mengungkapkan bahwa kegiatan eksplorasi di lokasi tambang telah berlangsung. Bahkan ditemukan tumpukan stok file batu bara yang diperkirakan mencapai puluhan ribu kubik hanya beberapa ratus meter dari titik eksplorasi.
“Pertanyaannya, apakah izin produksi sudah ada? Dan bagaimana dengan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB)? Apakah sudah diterbitkan?” ujar Soni.
Ia mengatakan, jika benar aktivitas yang sudah berlangsung itu tanpa izin lingkungan, maka kegiatan tersebut telah melanggar ketentuan pengelolaan pertambangan yang berlaku.
Menanggapi hal tersebut, Arie, Inspektur Tambang ESDM Sumatera Barat, menyampaikan bahwa administrasi perizinan pertambangan, termasuk RKAB serta dokumen lingkungan, menjadi kewenangan aparat pengawas di tingkat pusat.
“Semua administrasi perusahaan, termasuk RKAB dan dokumen lingkungan, serta pembinaan aspek teknisnya dilakukan oleh rekan-rekan Inspektur Tambang di Jakarta,” jelas Arie.
“Jadi, pengawasan terkait administrasi dan pengelolaan lingkungan berada pada Direktorat Pengusahaan Batubara dan Direktorat Teknik dan Lingkungan di Jakarta,” tambahnya.
Tiga organisasi lingkungan tersebut mengaitkan sorotan mereka dengan rangkaian banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumut, dan Sumatera Barat dalam beberapa hari terakhir. Menurut mereka, lemahnya pengawasan terhadap izin lingkungan pelaku usaha menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya risiko bencana ekologis.
“Pembangunan berkelanjutan harus memperhatikan aspek lingkungan. Jangan sampai masyarakat yang jadi korban demi kepentingan pelaku usaha,” tegas Soni.
Pihaknya mendesak pemerintah daerah, provinsi, maupun pusat untuk segera melakukan penindakan, audit izin, dan evaluasi total terhadap seluruh aktivitas pertambangan batu bara di Pesisir Selatan guna mencegah kerusakan lingkungan lebih luas. (*)














