“Mereka masih kecil. Saya tak tahu harus bilang apa. Tapi mereka harus tetap kuat,” katanya sambil mengusap rambut salah satu anaknya.
Sebagai THL di Dinas Pertanian Agam, Rahmi terbiasa bekerja di lapangan, memeriksa kesehatan hewan dan berkeliling nagari. Kini semua itu terasa jauh dari genggamannya. Kakinya belum pulih, tulangnya masih sakit jika disentuh dan dunia di luar sana hanya bisa ia lihat dari tempatnya duduk.
Namun Rahmi bukan perempuan yang mudah menyerah. Setiap pagi ia mencoba melatih kakinya, sekadar menggerakkan tumit dan lutut meski rasa ngilu menikam. Ia ingin kembali berjalan. Bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan untuk dua anak yang kini sepenuhnya bergantung padanya.
Kadang ia membayangkan berada kembali di ruang kantor dengan berkas-berkas pemeriksaan ternak menumpuk di meja. Imajinasi itu sederhana, tetapi cukup untuk membuatnya bertahan pada hari-hari paling berat. Rahmi punya tekad yang lebih keras dari nasib yang menimpanya.
Keluarga dan tetangga terus datang memberi dukungan. Ada yang membawa makanan, ada yang datang hanya untuk menyentuh tangannya dan berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja. Rahmi menunduk setiap kali menerima bantuan itu, seolah rasa syukurnya terlalu besar untuk diutarakan.
Di sela-sela tangis yang ia sembunyikan dari anak-anak, Rahmi memupuk harapan kecil yakni bisa kembali berdiri, kembali berjalan, kembali bekerja. Ia ingin membuktikan bahwa bencana tidak sepenuhnya mematahkan hidupnya, meski telah menghancurkan banyak hal yang ia cintai.














