PADANG, HARIANHALUAN.ID — Penyusunan rekomendasi kebijakan penanganan bencana ekologis Sumbar mendesak untuk ditntaskan atas kerusakan lingkungan yang dibiarkan menumpuk bertahun-tahun. Para pakar, akademisi, dan pemangku kepentingan sepakat bahwa galodo dan rangkaian longsor yang meluluhlantakkan Sumbar bukan semata peristiwa alam, melainkan buah dari tata ruang yang dilanggar, hulu yang rusak, serta perencanaan dan tata kelola yang gagal membaca risiko bencana.
Rapat penyusunan rekomendasi kebijakan penanganan bencana ekologis Sumatera Barat (Sumbar) bersama sejumlah Kepala OPD Pemprov Sumbar, akademisi lintas perguruan tinggi, pakar kebencanaan, ahli lingkungan, Forum DAS Sumbar dan PWI Sumbar melalui Zoom Meeting Rabu (10/12) malam akhirnya berubah menjadi semacam ‘autopsi ekologis’ terhadap kerusakan lingkungan Sumbar yang selama ini dibiarkan menggunung.
Dalam pertemuan itu, satu kesimpulan mencuat tegas, bencana galodo dan rangkaian longsor yang kini meluluhlantakkan Sumbar bukan peristiwa alam semata, melainkan buah dari tata ruang yang dilanggar, hulu yang rusak, perencanaan yang usang, serta tata kelola yang gagal membaca risiko bencana.
Dalam forum diskusi yang dimoderatori Rektor Universitas Baiturrahmah, Prof. Dr. Ir. Musliar Kasim, MS itu, para pakar sepakat, tanpa perubahan radikal dan komprehensif, Sumbar akan terus hidup dalam siklus bencana yang kian mematikan.
Mengawali diskusi, Prof Musliar Kasim, mengungkapkan bahwa Kementerian Dikbudristek telah menginstruksikan seluruh perguruan tinggi negeri turun ke lapangan, termasuk mengerahkan mahasiswa koas untuk membantu penanganan bencana. Namun, ia mengingatkan bahwa sebesar apapun dana yang disiapkan pemerintah pusat, semuanya akan menguap jika data kerusakan tidak akurat dan tata ruang tetap dikelola semaunya.
Prof Musliar Kasim juga menyoroti akar persoalan yang telah diperingatkan bertahun-tahun, permukiman berkembang liar di delta sungai, pelanggaran tata ruang dibiarkan hingga menjadi kebiasaan, dan kawasan rawan bencana dipadati pembangunan baru.














