Oleh: Desi Sagita Yusuf
Mahasiswa S2 MPI UIN Bukittinggi
Banjir bandang yang menghantam Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada akhir 2025 bukan hanya menyapu rumah dan fasilitas publik, tetapi juga mengguncang keseimbangan sosial masyarakat, termasuk dunia pendidikan. Di tengah gelombang air yang datang tiba-tiba, ribuan keluarga kehilangan ruang hidupnya dan dari situlah muncul apa yang dikenal dengan trauma ekologis. Trauma ini bukan sekadar rasa takut terhadap bencana, tetapi luka batin yang lahir dari rusaknya hubungan manusia dengan alam yang selama ini menjadi tempat berpijak.
Sekolah yang seharusnya menjadi ruang paling stabil bagi anakikut terguncang. Guru, murid, dan orang tua berhadapan dengan ketidakpastian baru: bagaimana melanjutkan pendidikan ketika lingkungan fisik dan psikologis sedang runtuh? Artikel ini menggambarkan kondisi Aceh, Sumut, dan Sumbar setelah banjir serta bagaimana sekolah berusaha membangun kembali budaya dan daya tahannya.
Aceh
Di Aceh, terutama Aceh Tamiang dan Aceh Tenggara, kerusakan hutan di hulu menjadi faktor memperburuk derasnya banjir. Banyak siswa menyaksikan rumah mereka hanyut, bahkan ada yang terpisah dari keluarga saat proses evakuasi. Rasa takut terhadap suara hujan menjadi pengalaman yang umum.
Pada 2025, sekolah-sekolah di Aceh mulai memulihkan budaya belajar dengan menekankan nilai lokal seperti peumulia jamee—yang kemudian dimaknai ulang sebagai bentuk penghormatan terhadap alam. Guru mengajak siswa berdiskusi tentang hubungan manusia–lingkungan agar pengalaman traumatis bisa berubah menjadi kesadaran ekologis kolektif.
Sumatera Utara
Di Sumut, wilayah Serdang Bedagai dan Deli Serdang mengalami banjir yang memutus akses transportasi utama. Banyak keluarga kehilangan sumber penghasilan, dan ini berdampak langsung pada keberlanjutan pendidikan anak. Sebagian siswa terpaksa membantu keluarga untuk bertahan hidup.
Sekolah kemudian memulihkan budayanya dengan pendekatan adaptif: mengintegrasikan keterampilan kewirausahaan sederhana melalui program School-Based Enterprise. Anak-anak belajar membuat kerajinan, mengelola produk, dan menyalurkan kreativitas sebagai bentuk pemulihan psikologis dan ekonomi.
Sumatera Barat
Di Sumbar, terutama Lembah Anai dan Agam, banjir lahar dingin atau galodo menjadi momok tahunan. Namun tahun 2025 daya rusaknya jauh lebih besar. Bagi masyarakat Minangkabau, kehilangan harta pusaka dan rumah gadang bukan hanya kerugian materi, tetapi juga hilangnya simbol identitas komunal.
Di sekolah, trauma tampak dari turunnya semangat belajar dan kecemasan berlebih saat terjadi hujan. Upaya pemulihan dilakukan dengan menghidupkan kembali nilai gotong royong dan musyawarah, sehingga siswa merasakan kembali kehangatan kolektif di tengah situasi sulit.
Trauma ekologis memberi dampak berlapis pada kehidupan sekolah. Banyak anak menjadi mudah panik setiap kali hujan turun, bahkan sebagian enggan datang ke sekolah karena rasa takut yang belum pulih. Motivasi belajar pun menurun, sebab perhatian siswa dan guru sering terbagi antara kebutuhan untuk bertahan hidup dan kekhawatiran akan keselamatan. Interaksi sosial di lingkungan sekolah turut terganggu, terutama karena warga sekolah tersebar di berbagai lokasi pengungsian sehingga kedekatan dan rutinitas belajar bersama tidak lagi terbentuk secara normal.
Situasi ini semakin berat dengan adanya keluarga yang jatuh miskin akibat bencana, membuat pendidikan tidak lagi menjadi prioritas utama. Guru juga mengalami dampaknya, sehingga kemampuan mereka memberi dukungan emosional kepada siswa ikut melemah. Dalam perspektif sosiologi pendidikan, kondisi seperti ini mencerminkan disrupsi ekologis terhadap struktur sekolah, di mana bencana merusak fungsi pendidikan sebagai salah satu pilar stabilitas sosial.
Rekonstruksi budaya sekolah pasca-bencana bukan hanya perbaikan bangunan, tetapi membangun ekosistem baru yang aman dan memulihkan. Tiga strategi utama yang diterapkan di Aceh, Sumut, dan Sumbar adalah:
Kurikulum 2025 mulai mengintegrasikan literasi kebencanaan, mitigasi risiko, dan etika ekologis ke dalam berbagai mata pelajaran. Melalui pendekatan ini, siswa tidak hanya mempelajari konsep dasar seperti penyebab dan dampak banjir, tetapi juga diajak memahami cara memprediksi potensi bencana, mengambil langkah respons yang tepat, serta membangun hubungan yang lebih bijak dan harmonis dengan lingkungan.
Selain itu, sekolah kini berfungsi tidak hanya sebagai tempat belajar, tetapi juga sebagai ruang aman dan pusat pemulihan. Banyak sekolah berperan sebagai Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB), pusat terapi psikososial, sekaligus lokasi evakuasi sementara. Beragam kegiatan healing dilakukan melalui permainan, cerita, seni, dan konseling untuk membantu memulihkan rasa aman yang hilang akibat banjir.
Di sisi lain, penguatan modal sosial guru menjadi perhatian penting. Guru dilatih tentang trauma-informed teaching, cara mengidentifikasi tanda-tanda stres pada siswa, teknik komunikasi empatik, serta strategi pembelajaran fleksibel pascabencana. Dengan kompetensi ini, guru berperan besar dalam menata ulang moral, emosi, dan semangat komunitas sekolah setelah mengalami situasi krisis
Banjir bandang di Aceh, Sumut, dan Sumbar tidak hanya merusak bangunan, tetapi merobek struktur psikologis dan sosial masyarakat. Trauma ekologis menjadi tantangan besar bagi dunia pendidikan. Namun tahun 2025 juga menjadi titik balik, saat sekolah membangun ulang budaya belajar dengan pendekatan lebih humanis, ekologis, dan resilien.
Rekonstruksi budaya sekolah terbukti mampu mengembalikan harapan bahwa pendidikan tetap bisa berjalan meski lingkungan sedang retak. Sekolah yang bangkit dari bencana menjadi simbol bahwa manusia mampu belajar dari luka dan mengubahnya menjadi kekuatan kolektif.
Trauma ekologis mengajarkan bahwa hubungan manusia dengan alam tidak dapat diabaikan. Meski bencana telah meruntuhkan banyak hal, sekolah menunjukkan satu hal penting: harapan tidak tenggelam bersama banjir. Guru, siswa, dan masyarakat bergerak membangun kembali bukan hanya ruang kelas, tetapi juga nilai, kebersamaan, dan keberanian untuk menatap masa depan. (*)










