PADANG, HARIANHALUAN.ID— Gelombang bencana ekologis yang melanda Sumatera Barat dalam dua pekan terakhir akhirnya mendapat perhatian serius pemerintah pusat. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Hanif melakukan peninjauan langsung ke provinsi ini Kamis (11/12/2025).
Tidak sekadar rapat dan menerima laporan, Menteri Hanif memilih terbang menggunakan helikopter bersama Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumbar Tasliatul Fuadi untuk melihat dengan mata kepala sendiri jejak alih fungsi lahan, perambahan, dan ilegal logging di gugusan Pegunungan Bukit Barisan yang kini dituding menjadi pemicu utama galodo dan rentetan longsor besar.
Dari udara, jelas terlihat sejumlah titik kerusakan yang mengiris tubuh hutan. Alur sungai yang tertutup material kayu, lereng terkelupas, hingga bukaan lahan di kawasan lindung menjadi temuan awal yang membuat Menteri Hanif meminta pemerintah daerah dan aparat hukum bertindak lebih konkret.
“Kita tidak bisa lagi bersikap reaktif. Bencana ini memberi peringatan keras bahwa tata kelola lingkungan kita bermasalah. Pemulihan harus dilakukan secara strategis dan terukur,” tegas Menteri Hanif saat mendarat untuk berdialog bersama jajaran Pemprov Sumbar.
Ia menekankan bahwa pemerintah pusat akan mengawal ketat proses pemulihan ekologis, mulai dari audit menyeluruh terhadap aktivitas pertambangan dan perkebunan di daerah rawan, penertiban izin yang bermasalah, hingga penegakan hukum kepada pelaku pembalakan yang selama ini luput dari jerat aturan.
Menurutnya, Sumbar tidak bisa lagi menempatkan upaya pemulihan sekadar pada pembersihan material bencana, tetapi pada perbaikan sistemik kawasan hulu.
KLH/BPLH juga menyerukan kolaborasi lintas sektor—mulai dari pemerintah daerah, penegak hukum, hingga masyarakat—untuk percepatan normalisasi aliran sungai, pembersihan material kayu yang menghambat debit air, serta penataan ulang kawasan yang selama ini menjadi titik rawan banjir bandang.
Pengawasan berkelanjutan disebut sebagai kunci agar praktik pertambangan dan pembukaan lahan tidak kembali mengorbankan fungsi kawasan lindung dan keselamatan masyarakat.
“Tindakan ini bukan hanya soal menutup lokasi. Ini panggilan untuk memperbaiki cara kita memperlakukan lingkungan. Masa depan warga Sumatera Barat dipertaruhkan,” ujar Hanif.
KLH/BPLH memastikan hasil pemeriksaan lapangan, audit izin, dan langkah penindakan akan dipublikasikan secara berkala sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas. Pemerintah berharap dukungan seluruh pihak untuk memastikan pemulihan ekologis berjalan nyata dan risiko bencana serupa dapat ditekan.
Dengan temuan kerusakan hulu yang semakin terang, tekanan kini berada di pundak pemerintah daerah, apakah sanggup menindak tegas para pelaku alih fungsi lahan dan membuka babak baru pengelolaan lingkungan yang lebih bertanggung jawab, atau kembali terjebak dalam pola lama yang menunggu bencana berikutnya datang? (*)














