SOLOK, HARIANHALUAN.ID —
Banjir bandang itu datang tanpa aba-aba. Suara air yang mengamuk memecah sore, menyeret apa saja yang dilaluinya. Rumah, kenangan, dan rasa aman. Dalam hitungan menit, hidup warga berubah. Ketika air surut, yang tertinggal bukan hanya lumpur, batu dan potongan kayu, tetapi juga sunyi yang berat.
Di tengah puing-puing itu, bantuan bukan sekadar benda. Ia menjadi penyangga hati, tanda bahwa duka tak ditanggung sendiri.
Uluran tangan itu datang dari jauh, Asosiasi Pedagang Parfum Refill Indonesia (APPRINDO) yang bermarkas di Cimahi Jawa Barat. Melalui gerakan APPRINDO Peduli, sebanyak 522 item bantuan berupa kasur, karpet, dan surpet disalurkan langsung ke nagari-nagari terdampak di Kabupaten Solok, Sabtu (13/12/2025). Barang-barang sederhana, namun krusial, tempat merebahkan tubuh setelah hari-hari panjang yang melelahkan.
Ketua DPP APPRINDO, Wendra Friadi, menyebutkan donasi yang terkumpul nyaris menyentuh Rp600 juta dan masih terus mengalir hingga saat ini. Bantuan itu dibagi untuk tiga provinsi terdampak bencana di Sumatera, yakni Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
“Alhamdulillah, teman-teman APPRINDO peduli bisa menghimpun donasi dan menyalurkannya kepada saudara-saudara kita yang tertimpa bencana. Mudah-mudahan bantuan ini meringankan beban mereka,” ujarnya. Nada suaranya tenang, namun empati terasa kuat.
Di Solok, bantuan menyasar Nagari Kotobaru, Salayo, Gantung Ciri, Koto Hilalang, Koto Sani, Saningbaka, Muaro Pingai, dan Paninggahan serta Gawan Kota Solok. Di Agam, distribusi difokuskan ke Nagari Palembayan. Peta kebutuhan dibaca dengan cermat. Bukan dari balik meja, melainkan dari tapak sepatu relawan yang menyusuri lumpur.
Koordinator APPRINDO Peduli Kabupaten Solok, Indra Jaya, memilih memaksimalkan peran relawan lapangan ketimbang menumpuk bantuan di posko-posko resmi. “Kami menyesuaikan dengan kebutuhan riil warga. Banyak rumah rusak parah bahkan hilang. Sebagian warga masih bertahan di pengungsian atau menumpang dengan fasilitas seadanya,” tuturnya.
Ia juga menyebutkan kekuatan kolaborasi relawan nagari, komunitas motor trabas SoHard, hingga relawan Muhammadiyah. Ada yang datang membawa tenaga, ada yang menyumbang armada. Semua bergerak dengan satu niat, meringankan beban sesama.
Di Paninggahan, Gio Fanesta, seorang relawan muda, melihat langsung celah kebutuhan yang sering luput. “Sembako kadang menumpuk di posko. Tapi kasur dan tikar masih sangat kurang. Banyak rumah sampai hari ini tertutup lumpur dan genangan. Orang-orang tidur seadanya. Bantuan kali ini, tepat sasaran,” katanya.
Sore itu di salah satu sudut Nagari Paninggahan yang terdampak parah bencana itu, Yanti (48) menerima kasur dengan mata berkaca-kaca. Sejak galodo datang, ia menumpang di rumah kerabat. Rumahnya tempat berteduh keluarga, lenyap tanpa sisa.
“Waktu itu datang sore hari. Alhamdulillah kami sempat menyelamatkan diri,” ucapnya lirih. Ia terdiam, menarik napas. “Sekarang, tempat rumah kami dulu tinggal kerikil, batu besar, dan kayu gelondongan. Kalau terjadi malam hari, entah apa yang akan terjadi.” ujarnya sabak menahan pilu.
Kasur dan karpet itu mungkin tampak sederhana. Namun bagi Yanti dan banyak warga lain, ia adalah awal dari pemulihan tempat merebahkan tubuh, menata napas, dan menyusun kembali hari esok.
Di antara lumpur yang belum sepenuhnya kering dan kehilangan yang belum pulih, solidaritas menjelma menjadi cahaya kecil. Ia menghangatkan malam-malam panjang para penyintas dan menumbuhkan keyakinan bahwa bangkit, perlahan tapi pasti. (*)














