ACEH, HARIANHALUAN.ID — Anggota Komisi VIII DPR RI Lisda Hendrajoni, menegaskan bahwa penanganan bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Aceh harus dilakukan secara cepat, terkoordinasi, dan sepenuhnya berpihak kepada korban.
Pernyataan tersebut disampaikan politikus Partai NasDem itu saat kunjungan kerja Komisi VIII DPR RI di Banda Aceh, Rabu (10/12/2025), menyusul masih lambatnya penanganan pascabencana di sejumlah daerah terdampak.
“Atas nama Komisi VIII DPR RI, kami menyampaikan duka mendalam kepada seluruh korban bencana di Aceh, serta saudara-saudara kita di Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Negara harus hadir dan memastikan masyarakat tidak berjuang sendiri,” ujar Lisda dikutip keterangannya, Minggu (14/12).
Lisda menilai, meskipun status darurat kebencanaan telah ditetapkan lebih dari dua pekan, sinergi antara pemerintah daerah, kementerian, dan lembaga terkait belum berjalan optimal. Kondisi tersebut berdampak pada lambatnya distribusi bantuan serta ketidakpastian layanan bagi para pengungsi.
“Setelah hampir 14 hari masa tanggap darurat, koordinasi lintas sektor masih perlu diperkuat. Penanganan bencana harus dilakukan secara terpadu agar bantuan benar-benar tepat sasaran,” katanya.
Ia juga menyoroti pentingnya percepatan dan sinkronisasi pendataan korban bencana. Dari 18 kabupaten/kota terdampak, ratusan ribu warga terpaksa mengungsi dan membutuhkan penanganan yang terukur serta dukungan anggaran yang jelas.
“Pendataan ini sangat krusial. Sampai hari ini kita belum mendapatkan angka pasti jumlah pengungsi dari masing-masing daerah, padahal batas waktu yang ditetapkan pemerintah provinsi adalah 25 Desember,” ucapnya.
Selain persoalan data, Lisda juga mengingatkan agar mekanisme bantuan sosial pascabencana tidak terhambat oleh prosedur administratif yang berbelit. Menurutnya, dalam situasi darurat, pendekatan kemanusiaan harus menjadi prioritas utama.
“Jangan sampai prosedur justru menyulitkan warga yang sedang tertimpa musibah. Kebijakan harus fleksibel dan berpihak pada korban,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Lisda juga menaruh perhatian besar pada sektor pendidikan. Ia mendorong adanya kebijakan khusus bagi pelajar dan mahasiswa dari keluarga terdampak bencana, termasuk keringanan hingga pembebasan biaya pendidikan di madrasah, UIN, serta perguruan tinggi keagamaan negeri di Aceh.
“Banyak orang tua kehilangan sumber penghasilan akibat bencana. Negara wajib menjamin keberlanjutan pendidikan anak-anak mereka,” ujar Lisda.
Tak hanya soal biaya pendidikan, ia juga menekankan pentingnya perhatian terhadap kebutuhan dasar pelajar dan mahasiswa, termasuk biaya hidup, agar mereka tetap dapat melanjutkan pendidikan di tengah kondisi darurat.
“Living cost pelajar dan mahasiswa harus menjadi perhatian serius dan segera dibahas lintas kementerian,” tambahnya.
Meski berada dalam masa reses, Lisda memastikan Komisi VIII DPR RI akan terus mengawal penanganan bencana di Aceh. Ia menegaskan pihaknya akan mendorong langkah-langkah percepatan bersama pemerintah agar kebijakan yang diambil benar-benar efektif dan berorientasi pada kepentingan korban.
“Penanganan bencana harus cepat, sinkron, dan berpihak pada korban. Itu yang terus kami dorong,” pungkasnya. (*)














