SOLOK KOTA, HARIANHALUAN.ID— Pemerintah Kota Solok meluncurkan program perlindungan bagi sebanyak 2.260 pekerja rentan di wilayah tersebut.
Sebuah langkah yang menandai upaya serius untuk memastikan kelompok pekerja informal tidak lagi menghadapi krisis seorang diri.
Program ini menjadi bagian dari arah kebijakan 100 hari Wali Kota Dr.H.Ramadhani Kirana Putra, SE.MM dan Wakil Wali Kota H.Suryadi Nurdal,SH, yang ingin menghadirkan jaring pengaman sosial bagi warga dengan tingkat kerentanan tertinggi.
Wali Kota Solok Ramadhani Kirana Putra menegaskan bahwa pekerja rentan adalah pilar penting dalam perputaran ekonomi lokal. Mereka hadir di berbagai sudut kota, dari pasar, bengkel jalanan, hingga ruas-ruas kecil tempat usaha rumahan berdenyut.
Namun, kata Ramadhani, mereka selama ini “sering bekerja dalam senyap, tapi sangat menentukan kehidupan kota.”
“Program ini bertujuan memberikan perlindungan sosial ekonomi dan jaminan bagi pekerja dan keluarganya,” ujar Ramadhani.
Ia menambahkan bahwa Pemko Solok tidak ingin ada warga yang jatuh miskin hanya karena sakit, kecelakaan, atau musibah yang tak direncanakan.
“Ini bukan soal administrasi program. Ini soal menjalankan amanah keadilan sosial. Negara harus hadir, terutama bagi mereka yang paling rentan,” ucapnya.
Melalui kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan, para pekerja rentan kini mendapatkan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang menanggung biaya pengobatan dan rehabilitasi tanpa batas plafon.
Dengan demikian, pekerja yang mengalami cedera saat bekerja tidak lagi terbebani oleh biaya yang kerap melebihi penghasilan mereka.
Di sisi lain, Jaminan Kematian (JKM) memberikan santunan sebesar Rp42 juta kepada keluarga peserta yang meninggal dunia bantuan yang bagi sebagian keluarga dapat menjadi penyangga di tengah kehilangan mendalam.
Bagi pekerja seperti Susi, pedagang jajanan di pasar raya, program ini menghadirkan rasa aman yang selama ini hanya ia bayangkan.
“Kerja begini kan nggak tentu. Kalau sakit atau celaka, ya kami tanggung sendiri,” ujarnya.
Lain lagi dengan Badri, pria paruh baya yang saban hari menjadi tukang ojek di pangkalan Pasar Pandan Air Mati (PPA). Bekerja di jalanan memungkinkan bahaya selalu mengintai keselamatannya.
“Kalau sempat mengalami kecelakaan di jalan, sudah dipastikan dapur di rumah juga terganggu. Bisa-bisa tak berasap,” ucapnya.
Kini, statusnya sebagai peserta membuatnya merasa diakui sebagai bagian dari pembangunan kota bukan sekadar roda kecil dalam mesin ekonomi yang besar.
Selain JKK dan JKM, peserta dapat melanjutkan ke program lain sesuai kebutuhan seperti Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Skema ini dirancang fleksibel agar pekerja informal dapat memilih perlindungan sesuai kemampuan kontribusi mereka.
Kebijakan ini sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, serta Inpres Nomor 2 Tahun 2021 dan Nomor 7 Tahun 2025 yang mengatur optimalisasi jaminan sosial ketenagakerjaan.
Namun bagi Kota Solok, implementasi kebijakan ini bukan sekadar menjalankan instruksi pusat, tetapi menerjemahkannya menjadi langkah nyata yang memberi manfaat langsung bagi pekerja akar rumput.
Dalam momentum peringatan 55 tahun Kota Solok yang diperingati saban 16 Desember ini, program ini menjadi penegasan bahwa pembangunan tak hanya dilihat dari berdirinya infrastruktur atau bangunan baru, tetapi juga dari keberpihakan pada mereka yang paling rentan. (*)














