PAYAKUMBUH, HARIANHALUAN.ID — Dentuman meriam pusaka Lelo Majenun yang menggema pada 17 Desember 1970 menandai lahirnya sebuah kota baru di Ranah Minang. Lima puluh lima tahun kemudian, Kota Payakumbuh berdiri sebagai daerah otonom yang terus berbenah, menatap masa depan di tengah tantangan pembangunan yang kian kompleks.
Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-55 Kota Payakumbuh tahun ini digelar secara sederhana melalui Sidang Paripurna Istimewa DPRD Kota Payakumbuh, Selasa (17/12). Tidak ada perayaan besar atau pesta hiburan. Pemerintah Kota (Pemko) Payakumbuh memilih refleksi, doa, tabligh akbar, dan peneguhan komitmen.
“Tahun ini kita mengusung tema ‘Bersama Membangun Payakumbuh Hebat dan Bermartabat’. Peringatan ini adalah wujud rasa syukur kepada Allah SWT sekaligus ungkapan terima kasih kepada para pendahulu yang telah meletakkan fondasi kota ini,” kata Wako Zulmaeta.
Sejarah Kota Payakumbuh bermula dari rangkaian peristiwa yang sarat akan makna. Di mana perwakilan ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai, dan bundo kanduang menyerahkan maket rumah gadang kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Amir Machmud.
Di hadapannya terletak sepiring galamai yang diiris hingga terputus benang di dalamnya, membuka selubung maket bertuliskan “Balai Kota Payakumbuh”. Saat itulah, meriam pusaka Lelo Majenun berdentum keras, mengabarkan kepada seluruh anak nagari bahwa Payakumbuh resmi berdiri sebagai kotamadya. “Sejarah ini bukan sekadar cerita masa lalu, tetapi warisan nilai yang harus menjadi sumber inspirasi dan refleksi bagi kita semua,” ujarnya.
Dalam kurun 55 tahun, Kota Payakumbuh telah dipimpin oleh delapan wali kota definitif dan sejumlah penjabat wali kota pada masa transisi. Dari Soetan Oesman hingga Riza Falepi, setiap kepemimpinan meninggalkan jejak dan warisan pembangunan. “Berbagai fasilitas, kemajuan, dan kemudahan yang kita rasakan hari ini tidak terlepas dari perjuangan, pemikiran, dan pengorbanan para pendahulu,” ucapnya.














