Jumat, 19 Desember 2025
HarianHaluan.id
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • UTAMA
  • EkBis
  • NASIONAL
  • OLAHRAGA
  • SUMBAR
    • AGAM
    • BUKITTINGGI
    • DHARMASRAYA
    • KAB. SOLOK
    • KOTA SOLOK
    • KAB. LIMAPULUH KOTA
    • MENTAWAI
    • PADANG
    • PADANG PANJANG
    • PADANG PARIAMAN
    • PARIAMAN
    • PASAMAN
    • PASAMAN BARAT
    • PAYAKUMBUH
    • PESISIR SELATAN
    • SAWAHLUNTO
    • SIJUNJUNG
    • SOLOK SELATAN
    • TANAH DATAR
  • OPINI
  • PENDIDIKAN
    • KAMPUS
      • INSTITUT TEKNOLOGI PADANG
      • POLITEKNIK ATI PADANG
      • POLITEKNIK NEGERI PADANG
    • SASTRA BUDAYA
  • PARIWISATA
  • WEBTORIAL
  • PILKADA SUMBAR
  • INSPIRASI
  • RAGAM
    • PERISTIWA
    • HIBURAN
    • KESEHATAN
    • LIFESTYLE
    • OTOMOTIF
    • RANAH & RANTAU
      • KABA RANAH
      • KABA RANTAU
    • PRAKIRAAN CUACA
  • UTAMA
  • EkBis
  • NASIONAL
  • OLAHRAGA
  • SUMBAR
    • AGAM
    • BUKITTINGGI
    • DHARMASRAYA
    • KAB. SOLOK
    • KOTA SOLOK
    • KAB. LIMAPULUH KOTA
    • MENTAWAI
    • PADANG
    • PADANG PANJANG
    • PADANG PARIAMAN
    • PARIAMAN
    • PASAMAN
    • PASAMAN BARAT
    • PAYAKUMBUH
    • PESISIR SELATAN
    • SAWAHLUNTO
    • SIJUNJUNG
    • SOLOK SELATAN
    • TANAH DATAR
  • OPINI
  • PENDIDIKAN
    • KAMPUS
      • INSTITUT TEKNOLOGI PADANG
      • POLITEKNIK ATI PADANG
      • POLITEKNIK NEGERI PADANG
    • SASTRA BUDAYA
  • PARIWISATA
  • WEBTORIAL
  • PILKADA SUMBAR
  • INSPIRASI
  • RAGAM
    • PERISTIWA
    • HIBURAN
    • KESEHATAN
    • LIFESTYLE
    • OTOMOTIF
    • RANAH & RANTAU
      • KABA RANAH
      • KABA RANTAU
    • PRAKIRAAN CUACA
HarianHaluan.id
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • UTAMA
  • EkBis
  • NASIONAL
  • OLAHRAGA
  • SUMBAR
  • OPINI
  • PENDIDIKAN
  • PARIWISATA
  • WEBTORIAL
  • PILKADA SUMBAR
  • INSPIRASI
  • RAGAM
HARIANHALUAN.ID OPINI

Alam Tak Lagi Sekadar Guru, Ia Kini Menjadi Hakim

Editor: Atviarni
Jumat, 19/12/2025 | 13:28 WIB
Okkie Fiandri (Public Finance and Public Policy, Melbourne, Australia)

Okkie Fiandri (Public Finance and Public Policy, Melbourne, Australia)

ShareTweetSendShare

Oleh: Okkie Fiandri (Public Finance and Public Policy, Melbourne, Australia)

Di tanah Sumatera yang selama berabad-abad telah menjadi panggung perjumpaan antara manusia dan alam, kini banjir beberapa waktu terakhir seolah-olah seperti bisikan keras yang tak bisa lagi diabaikan. Dari Sumatera Barat, Aceh, hingga Sumatera Utara, air yang meluap bukan hanya membawa lumpur, tetapi juga pertanyaan. Pertanyaan tentang bagaimana kita hidup berdampingan dengan alam, menikmati hasilnya, namun lupa menanggung konsekuensinya. Alam, dengan caranya yang sunyi dan pasti, selalu mencari ekuilibriumnya sendiri.

Menariknya, jauh sebelum Indonesia merdeka, pemerintah kolonial Belanda sudah melakukan kajian hidrologi dan geologi di sepanjang Bukit Barisan yang dituangkan melalui peraturan kehutanan Hindia Belanda (Boschordonantie 1927). Mereka menetapkan banyak kawasan di Sumatera sebagai daerah yang tidak boleh dieksplorasi secara bebas atau orang Sumatera Barat lebih mengenal dengan hutan larangan (Beschermde Bos), bukan karena idealisme ekologis, tetapi karena penelitian mereka menemukan tanah-tanah yang rapuh, tanah vulkanik muda yang menyimpan kantong-kantong air besar  di bawahnya. Mereka tahu, jika hutan di wilayah itu dibuka, air akan kehilangan penyangganya, lereng akan kehilangan pijakannya, dan bencana tinggal menunggu waktu. Ironisnya, apa yang dulu dicatat dalam laporan kolonial dan diabaikan sebagai catatan tua kini kembali muncul sebagai kenyataan yang mengetuk pintu kita.

Selama bertahun-tahun, persoalan banjir sering dibungkus dengan narasi cuaca ekstrem atau anomali iklim. Namun realitanya lebih dari itu, banjir adalah potret retak hubungan manusia dan lingkungannya. Hutan yang dulu menjadi penjaga air kini ditekan dari segala arah, eksploitasi berjalan atas nama pembangunan, sementara pengawasan dan kebijakan sering kali hanya tinggal istilah. Ironisnya, publik didorong untuk percaya pada dikotomi palsu (false dichotomy) antara mereka yang menjaga hutan dan mereka yang menggerakkan ekonomi. Padahal kenyataannya tidak sesederhana itu.

Di tengah retaknya hubungan ini, pemerintah kerap hadir dalam bentuk yang membingungkan, pemberi izin sekaligus pemberi imbauan moral, pengatur kebijakan sekaligus pihak yang absen ketika dampak dari kebijakan itu datang. Greenwashing pun menjadi semacam kosmetik politik program penghijauan kecil-kecilan dijadikan panggung besar untuk menutupi izin-izin yang terus berjalan. Ada pepatah lama mengatakan “alam takambang jadi guru”, tetapi mungkin kita salah menafsirkan selama ini, karena jika memang alam guru, maka banjir ini adalah ulangan yang nilainya ingin Ia tunjukkan kepada kita, nilai yang tentu tidak membuat kita bangga.

Solusi untuk masalah ini sebetulnya bukan rahasia besar, kembalikan keseimbangan antara pemanfaatan alam dan perlindungan jangka panjangnya. Itu berarti memperlakukan hutan bukan sebagai komoditas cadangan, melainkan sebagai infrastruktur ekologis yang menopang kehidupan. Negara memiliki tanggung jawab besar untuk meninjau ulang izin tambang dan eksploitasi hutan, memperbaiki tata kelola, serta berhenti menjadikan jargon hijau sebagai pengganti tindakan nyata.

Namun, solusi tidak bisa berhenti di meja kebijakan saja. Perubahan juga menuntut keterlibatan masyarakat, bukan hanya melihat ini sebagai bencana tahunan saja, melainkan dalam cara kita memaknai ruang hidup. Sungai perlu dikembalikan sebagai ruang bernapas, tanah diberi kesempatan menyerap air, dan api berhenti dijadikan jalan pintas untuk membuka lahan. Kesadaran ekologis tumbuh bukan dari slogan, melainkan dari kebiasaan harian yang menganggap alam sebagai bagian dari keluarga.

Kita dapat menanam pohon untuk fungsi, bukan simbol, menghidupkan kembali gotong royong ekologis, serta memperhatikan setiap tetes hujan dan setiap tarikan napas tanah sebagai bagian dari kehidupan bersama.bukan sekadar latar belakang kehidupan. Langkah-langkah sederhana ini mungkin tidak terdengar heroik, tetapi justru di sanalah fondasi pencegahan bencana dibangun dari kebiasaan sehari-hari yang konsisten.

Di sisi lain, negara wajib hadir lebih awal, bukan sekadar datang setelah bencana. Sistem peringatan dini tentang potensi banjir di musim hujan atau ancaman kebakaran di musim kemarau harus menjadi bagian dari pelayanan publik yang serius, mudah diakses, dan dapat dipercaya. Informasi yang tepat waktu bukan hanya menyelamatkan harta benda, tetapi juga memberi masyarakat ruang untuk bersiap dan bertindak.

Lebih dari itu, solusi menuntut perubahan cara kita mencintai alam. Di banyak wilayah adat dan hukum masyarakat adat berlaku di Indonesia, hutan tidak dipandang sebagai objek yang bisa dihabiskan, melainkan sebagai ibu sumber kehidupan yang memberi, merawat, dan harus dijaga. Pandangan ini mengajarkan bahwa relasi manusia dan alam seharusnya dibangun atas dasar hormat, bukan semata-mata untung rugi. Mungkin inilah pelajaran yang perlu kita ingat kembali bahwa, menjaga alam bukan pengorbanan, melainkan bentuk tanggung jawab terhadap keluarga besar kehidupan itu sendiri.

Mari kita ubah cara pandang kita kedepan. Manusia bukanlah penguasa tunggal yang berdiri di atas alam, tetapi bagian dari sistem yang lebih besar. Kita membutuhkan kebijakan yang tegas, pengawasan yang konsisten, serta keberanian untuk mengakui kesalahan masa lalu. Dan yang paling penting: berhenti menciptakan dikotomi palsu. Yang diperlukan bukan memilih antara menjaga hutan atau mengambil manfaat darinya, tetapi menata ulang bagaimana keduanya bisa berjalan bersama.

Pada akhirnya, alam akan selalu menagih keseimbangan yang menjadi haknya. Jika manusia terus mengabaikan ritme itu, maka alam akan menulis ulang aturan mainnya sendiri dengan caranya yang tidak selalu lembut. Banjir-banjir ini bukan sekadar peristiwa cuaca, tetapi sebuah pengingat. Bahwa kita mungkin terlalu lama mengabaikan pelajaran dari guru yang selama ini merasa kita puja dalam pepatah, namun jarang kita dengarkan dalam tindakan. Dan seperti semua guru yang baik, alam tidak akan berhenti mengajar hingga kita benar-benar belajar. (*)

Tags: Opini
ShareTweetSendShare

BacaJuga

Ketika Hidup Berubah Sekejap: Pelajaran dari Banjir Bandang Sumatera Barat & Pentingnya Memiliki Penghasilan yang Tetap Mengalir

Ketika Hidup Berubah Sekejap: Pelajaran dari Banjir Bandang Sumatera Barat & Pentingnya Memiliki Penghasilan yang Tetap Mengalir

Rabu, 17/12/2025 | 16:27 WIB
Medi Iswandi

Mencari Keadilan Ekologis di Wilayah Rawan Bencana

Rabu, 17/12/2025 | 08:10 WIB
Setelah Perpanjangan Tanggap Darurat, Lalu Apa?

Setelah Perpanjangan Tanggap Darurat, Lalu Apa?

Selasa, 16/12/2025 | 15:33 WIB
Membangun Kebiasaan Konsisten Setiap Hari, Anda akan Terkejut dengan Hasilnya!

Membangun Kebiasaan Konsisten Setiap Hari, Anda akan Terkejut dengan Hasilnya!

Selasa, 16/12/2025 | 12:55 WIB
Peran Krusial Hukum Administrasi Negara

Peran Krusial Hukum Administrasi Negara

Senin, 15/12/2025 | 15:50 WIB
Kenapa Kita Selalu Gagap di Hadapan Bencana: Kacau-nya Manajemen Banjir Bandang Sumatera Barat 2025

Kenapa Kita Selalu Gagap di Hadapan Bencana: Kacau-nya Manajemen Banjir Bandang Sumatera Barat 2025

Senin, 15/12/2025 | 09:13 WIB

HALUANePaper

Digital Interaktif.

Edisi 1 Januari 1970

HALUANOPINI

Alam Tak Lagi Sekadar Guru, Ia Kini Menjadi Hakim
OPINI

Alam Tak Lagi Sekadar Guru, Ia Kini Menjadi Hakim

Jumat, 19/12/2025 | 13:28 WIB

SelengkapnyaDetails
Ketika Hidup Berubah Sekejap: Pelajaran dari Banjir Bandang Sumatera Barat & Pentingnya Memiliki Penghasilan yang Tetap Mengalir

Ketika Hidup Berubah Sekejap: Pelajaran dari Banjir Bandang Sumatera Barat & Pentingnya Memiliki Penghasilan yang Tetap Mengalir

Rabu, 17/12/2025 | 16:27 WIB
Medi Iswandi

Mencari Keadilan Ekologis di Wilayah Rawan Bencana

Rabu, 17/12/2025 | 08:10 WIB
Setelah Perpanjangan Tanggap Darurat, Lalu Apa?

Setelah Perpanjangan Tanggap Darurat, Lalu Apa?

Selasa, 16/12/2025 | 15:33 WIB
Membangun Kebiasaan Konsisten Setiap Hari, Anda akan Terkejut dengan Hasilnya!

Membangun Kebiasaan Konsisten Setiap Hari, Anda akan Terkejut dengan Hasilnya!

Selasa, 16/12/2025 | 12:55 WIB

HALUANTERPOPULER

  • Suher Farmin (Panungkek Sapar) Ditetapkan sebagai Wali Nagari Koto Taratak Terpilih Pilwana 2025

    Suher Farmin (Panungkek Sapar) Ditetapkan sebagai Wali Nagari Koto Taratak Terpilih Pilwana 2025

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • PT TKA Dharmasraya Sebut IPAL Telah Sesuai Standar Teknis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Semen Padang FC Bakal Rekrut 6 Pemain Asing Baru

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apresiasi Pemangkasan TKD, Cerrint Ingatkan Pembangunan Sumbar Mesti Berbasis RTRW dan Resiko Bencana

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Anggota Majelis Ilmu Jamilah Dante Dapat Tambahan Ilmu tentang Diabetes

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
HarianHaluan.id

Kantor Redaksi dan Bisnis:
Jln. Prof Hamka (Komp. Bandara Tabing - Lanud St. Syarir) - Kota Padang - Sumatera Barat (25171)

  [email protected]

  Redaksi: 08126888210 (Nasrizal)
  Iklan: 081270864370 (Andri Yusran)

Instagram Harianhaluan Post

  • Presiden RI, Prabowo Subianto meminta pembangunan hunian dan pemulihan infrastruktur di daerah terdampak bencana mesti menjadi prioritas. Ia juga memastikan seluruh langkah penanganan darurat hingga pemulihan pascabencana berjalan terkoordinasi dan dipercepat untuk menjamin keselamatan serta keberlangsungan hidup masyarakat terdampak.

Selengkapnya di koran Haluan hari ini.
  • Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, meninjau langsung Jembatan Bailey Padang Mantuang yang berada di Nagari Kayutanam, Kecamatan 2x11 Kayutanam, Kabupaten Padang Pariaman, pada Kamis (18/12/2025). Kunjungan tersebut disambut antusias oleh masyarakat setempat yang sejak pagi telah memadati lokasi untuk melihat secara langsung kehadiran Presiden sekaligus menyampaikan harapan atas percepatan pemulihan infrastruktur pascabencana di Padang Pariaman.

Follow Us

  • Indeks Berita
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy

HarianHaluan.id © 2025.

Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • UTAMA
  • EkBis
  • NASIONAL
  • OLAHRAGA
  • SUMBAR
    • AGAM
    • BUKITTINGGI
    • DHARMASRAYA
    • KAB. SOLOK
    • KOTA SOLOK
    • KAB. LIMAPULUH KOTA
    • MENTAWAI
    • PADANG
    • PADANG PANJANG
    • PADANG PARIAMAN
    • PARIAMAN
    • PASAMAN
    • PASAMAN BARAT
    • PAYAKUMBUH
    • PESISIR SELATAN
    • SAWAHLUNTO
    • SIJUNJUNG
    • SOLOK SELATAN
    • TANAH DATAR
  • OPINI
  • PENDIDIKAN
    • KAMPUS
      • INSTITUT TEKNOLOGI PADANG
      • POLITEKNIK ATI PADANG
      • POLITEKNIK NEGERI PADANG
    • SASTRA BUDAYA
  • PARIWISATA
  • WEBTORIAL
  • PILKADA SUMBAR
  • INSPIRASI
  • RAGAM
    • PERISTIWA
    • HIBURAN
    • KESEHATAN
    • LIFESTYLE
    • OTOMOTIF
    • RANAH & RANTAU
      • KABA RANAH
      • KABA RANTAU
    • PRAKIRAAN CUACA

HarianHaluan.id © 2025.