Di sisi lain, ia mengingatkan pemerintah agar tidak tergesa-gesa membantah dugaan terjadinya illegal logging dan aktivitas pertambangan sebagai pemicu bencana. Sikap defensif justru dinilai kontraproduktif dan tidak adil bagi publik.
“Jangan cepat-cepat membantah. Kita belum ke hulu sungai, belum telusuri DAS. Terima dulu kritik dan tuduhan masyarakat sipil. Setelah itu lakukan investigasi menyeluruh,” tuturnya.
Ia menegaskan bahwa berbagai citra satelit dan dokumentasi kerusakan hulu sungai yang dirilis elemen masyarakat sipil kini telah beredar luas. Pemerintah wajib menjadikannya dasar evaluasi, bukan menutup mata. “Padang ini penyangganya kaki Bukit Barisan dan hulu sungainya. Kalau itu rusak, kita sedang menunggu bencana yang lebih parah,” ujar Adel.
Terkait evaluasi pascabencana, Adel mengingatkan pemerintah daerah (pemda) agar lebih berani menyentuh penegakan hukum pelanggaran tata ruang. Ia mencontohkan keberadaan rumah, vila, hingga perumahan yang dibangun di kawasan rawan bencana dan daerah aliran sungai (DAS).
“Mana yang berizin, mana yang melanggar tata ruang, itu harus diklarifikasi semua. Termasuk developer yang membangun di kawasan rawan. Kalau ini tidak ditegakkan, bencana akan terus berulang,” katanya.
Ia menekankan bahwa mitigasi tidak cukup dengan normalisasi sungai dan perbaikan infrastruktur, tetapi juga penegakan hukum lingkungan dan kehutanan secara konsisten.














