“Kita perlu keberanian politik untuk menegakkan RTRW berbasis risiko bencana, menghentikan konversi hutan, dan menjadikan mitigasi sebagai fondasi pembangunan. Jika tidak, Sumbar akan terus menjadi etalase bencana yang berulang,” katanya.
Tragedi ini merupakan alarm keras bagi semua pihak. Tanpa perubahan struktural, baik dalam pengelolaan lingkungan, pembangunan infrastruktur, maupun keberanian melakukan relokasi, bencana ekologis di Sumatra hanya tinggal menunggu waktu untuk terulang kembali. “Melindungi hulu berarti menyelamatkan hilir. Jika kita gagal belajar dari peristiwa ini, maka korban berikutnya hanya soal waktu,” tutur Pakhrur. (*)














