Penulis: Atika Maida, S.Psi
Perkembangan teknologi digital dalam satu dekade terakhir telah membawa perubahan besar dalam hampir seluruh aspek kehidupan, termasuk dunia pendidikan. Kehadiran platform e-learning dalam digitalisasi pembelajaran serta pemanfaatan data dalam proses belajar mengajar menjadikan pendidikan semakin terhubung dengan teknologi.
Dalam konteks ini, Artificial Intelligence (AI) muncul sebagai teknologi yang paling disruptif karena mampu mengubah cara mengajar dan belajar secara fundamental.
Holmes, Bialik, dan Fadel (2019) menjelaskan bahwa AI membuka peluang inovasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam ekosistem pendidikan modern.
Pemanfaatan AI dalam pendidikan, atau yang dikenal sebagai Artificial Intelligence in Education (AIED), hadir dalam berbagai bentuk seperti sistem pembelajaran adaptif, intelligent tutoring systems, chatbot edukasi, hingga analitik pembelajaran.
UNESCO (2019) menegaskan bahwa AI memiliki potensi strategis untuk mempercepat terwujudnya pendidikan yang berkualitas dan inklusif melalui peningkatan efisiensi pembelajaran serta personalisasi materi. Namun, potensi tersebut harus diiringi kesadaran akan risiko seperti ketimpangan akses teknologi, bias algoritmik, dan isu perlindungan data yang dapat memperlebar kesenjangan pendidikan jika tidak dikelola dengan baik.
Secara sederhana, AI dapat dipahami sebagai kemampuan mesin untuk melakukan tugas yang umumnya membutuhkan kecerdasan manusia, seperti belajar, mengenali pola, dan mengambil keputusan. Dalam konteks pendidikan, AIED memanfaatkan kemampuan tersebut untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar sekaligus memperluas akses pendidikan.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa penggunaan AI dalam pendidikan terus meningkat, terutama dalam pengembangan sistem pembelajaran adaptif, learning analytics dan sistem pendukung keputusan di perguruan tinggi.
Zawacki-Richter dan kolega (2019) menemukan bahwa AI banyak digunakan untuk personalisasi pembelajaran, mendukung administrasi akademik, dan menganalisis data pendidikan dalam skala besar. Namun, mereka juga menekankan perlunya keterlibatan pendidik dalam perancangan dan pengawasan sistem agar pemanfaatan AI tetap selaras dengan kebutuhan pedagogis.
Atas dasar itu, UNESCO (2021) menekankan pentingnya memastikan bahwa penggunaan AI selalu berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan.
Salah satu kontribusi terbesar AI dalam pembelajaran adalah kemampuannya menciptakan personalisasi belajar. Melalui algoritma adaptif, sistem mampu memantau interaksi peserta didik secara real-time, menganalisis kelebihan dan kekurangan mereka, lalu menyajikan materi yang paling relevan.
Penelitian Gligorea dkk. (2023) menunjukkan bahwa pembelajaran adaptif berbasis AI dapat meningkatkan motivasi, pemahaman, dan hasil belajar secara signifikan.
Selain itu, Intelligent Tutoring Systems juga terbukti efektif dalam memberikan umpan balik yang cepat dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing peserta didik, terutama dalam mata pelajaran sains dan matematika.
Tidak hanya meningkatkan kualitas pembelajaran, AI juga dapat meningkatkan efisiensi operasional pendidikan. Teknologi seperti machine learning dan natural language processing memungkinkan penilaian otomatis terhadap tugas peserta didik, termasuk esai.
Chen dkk. (2020) menunjukkan bahwa sistem penilaian otomatis mampu menghemat waktu pendidik sekaligus memberikan umpan balik yang konsisten. Melalui learning analytics, AI dapat mendeteksi peserta didik yang berisiko mengalami kesulitan belajar sehingga intervensi dapat diberikan secara dini (Ifenthaler & Yau, 2020).
AI juga memiliki potensi besar dalam memperluas akses pendidikan, terutama di daerah terpencil. Chatbot edukasi, asisten virtual, dan platform pembelajaran jarak jauh berbasis AI memungkinkan peserta didik memperoleh sumber belajar berkualitas tanpa batasan geografis.
UNESCO (2022) menyebutkan bahwa teknologi ini dapat berfungsi sebagai katalisator untuk mengurangi kesenjangan geografis dan meningkatkan kesempatan belajar yang lebih merata.
Namun, berbagai tantangan juga muncul seiring integrasi AI dalam pendidikan. Kesenjangan digital masih menjadi isu utama, terutama di negara seperti Indonesia di mana akses perangkat dan internet belum merata. Selain itu, isu privasi dan keamanan data menjadi perhatian serius karena penggunaan AI membutuhkan data dalam jumlah besar.
Tanpa regulasi yang kuat, risiko kebocoran data pribadi peserta didik dapat meningkat.
Tantangan semakin besar dengan hadirnya generative AI seperti ChatGPT, Claude AI, Blackbox AI, dan Perplexity. Kasneci dkk. (2023) mengingatkan bahwa meskipun teknologi tersebut dapat mendukung kreativitas dan personalisasi belajar, ada risiko penyalahgunaan seperti plagiarisme dan penurunan integritas akademik. Belum lagi fakta bahwa banyak pendidik belum mendapatkan pelatihan memadai untuk memanfaatkan AI secara optimal.
Dalam konteks Indonesia, AI menawarkan peluang besar untuk mempercepat transformasi pendidikan, terutama dalam memperluas akses dan meningkatkan kualitas belajar. Namun, pemanfaatannya memerlukan dukungan kebijakan nasional yang kuat, standar perlindungan data yang jelas, pedoman etika, serta peningkatan kompetensi digital bagi para pendidik.
Pemerintah dan lembaga pendidikan perlu memastikan bahwa AI digunakan untuk kepentingan publik, bukan sekadar mengikuti tren teknologi. Yang tidak kalah penting adalah penerapan pendekatan human-centered, di mana teknologi digunakan untuk mendukung peran guru atau pengajar bukan menggantikannya.
Pada akhirnya, AI merupakan peluang sekaligus tantangan bagi pendidikan modern. Jika digunakan secara tepat, bertanggung jawab, dan didukung oleh ekosistem yang memadai, AI dapat menjadi motor inovasi pendidikan dan mitra strategis bagi pendidik dalam menciptakan proses belajar yang lebih adaptif, inklusif, dan berkualitas. Masa depan pendidikan bukanlah tentang menggantikan manusia dengan mesin, melainkan bagaimana teknologi dapat memperkuat kapasitas pendidik dan memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna bagi seluruh peserta didik. (*)











