“Di balik setiap peristiwa bencana ada manusia yang luka, kehilangan, dan trauma, karena itu etika jurnalistik harus menjadi fondasi utama dalam setiap peliputan kebencanaan,” ucapnya.
Melalui peliputan yang kontekstual dan bertanggung jawab, Munir menyebut pers dapat memastikan bahwa bencana tidak menutup gambaran utuh tentang daya tahan, potensi, dan kesiapan Indonesia, termasuk dalam menjaga kepercayaan terhadap iklim investasi dan pariwisata.
“Serta menegaskan bahwa Indonesia adalah bangsa yang tangguh, mampu bangkit, dan terus melangkah maju,” sambungnya.
Ia menekankan pentingnya pengembangan jurnalisme bencana yang tidak berhenti pada peliputan peristiwa, tetapi berkembang menjadi jurnalisme edukatif yang membangun kesadaran mitigasi, kesiapsiagaan, dan ketangguhan masyarakat.
“Pers Indonesia harus menjadi pilar demokrasi sekaligus pilar kemanusiaan. Hadir saat bencana, setia mengawal proses pemulihan, dan konsisten menyalakan harapan bagi bangsa dan negara,” katanya.
Munir menilai bahwa tantangan pers ke depan akan semakin kompleks, mulai dari dampak perubahan iklim, percepatan teknologi digital, hingga kecepatan arus informasi. Kondisi tersebut menuntut jurnalisme yang adaptif, namun tetap berakar kuat pada profesionalisme dan kode etik. (*)














