HARIANHALUAN.ID – Muatan yang terkandung dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota mendapat kritikan dari aktivis dan organisasi perempuan mulai dari tingkat pusat hingga daerah.
Ketidaksetujuan atas pasal yang terdapat dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2023, salah satunya disampaikan oleh Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KKPI) Provinsi Sumbar.
KPPI Sumbar sebagai organisasi yang diisi oleh perempuan politik lintas partai menilai, PKPU Nomor 10 tidak berpihak terhadap perempuan yang terjun ke politik.
Sebab, pada pasal 8 ayat (2) berbunyi, dalam penghitungan tiga puluh persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai : (a) kurang dari lima puluh, maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau (b) lima puluh atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.
“PKPU ini telah mematikan keterwakilan perempuan di legislatif. Kami KPPI meminta KPU agar merevisi pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023, karena bertentangan dengan Undang Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-undang pemilu,” tegas politisi PPP tersebut.
Lebih lanjut Armiati menyampaikan, pihaknya mendukung upaya yang dilakukan oleh Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan yang telah mendatangi Bawaslu RI, dan meminta Bawaslu memberikan surat rekomendasi kepada KPU agar merevisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023.
Sementara itu, Ketua KPU RI menyatakan Hasyim Asy’ari menyatakan, pihaknya akan mengonsultasikan revisi PKPU tersebut kepada DPR RI dan pemerintah. Hal ini karena, sekarang sudah masuk dalam tahap pengajuan bakal calon legislatif (caleg).
“Mengingat waktu pengajuan bakal calon DPR dan DPRD sudah berjalan, perubahan peraturan KPU tersebut akan segera dikonsultasikan kepada DPR dan Pemerintah,” ujar Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dalam konferensi pers di Kantor KPU RI, Jakarta, Rabu, 10 Mei 2023.
Hasyim menyatakan revisi akan dilakukan terhadap aturan soal penghitungan kuota 30 persen caleg perempuan seperti diatur dalam Pasal 8 ayat 2 PKPU tersebut.
Adapun pasal 8 ayat (2) PKPU 10 Tahun 2023 menyebutkan, jika penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil) menghasilkan angka pecahan, maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50 (lima puluh), hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah.
Isi dari PKPU ini sempat mendapatkan protes dari Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan. Mereka menilai, aturan secara matematis itu melanggar Pasal 245 Undang-Undang Pemilu. Pasal tersebut menyebutkan bahwa partai politik harus mengajukan daftar bacaleg dengan minimal keterwakilan perempuan sebanyak 30 persen.
Anggota koalisi, Titi Anggraini, menyatakan bahwa dengan aturan tersebut, akan ada ratusan perempuan yang tak akan mendapatkan tempat di daftar bacaleg.
“Berapa banyak politikus perempuan yang akan terjadi raib dan teraliminasi dengan ketentuan ini, perempuan yang harusnya bisa berkompetisi di Pemilu 2024 tidak mendapatkan tiket,” kata Titi saat mengadukan masalah ini ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Senin lalu, 8 Mei 2023.
Titi menegaskan dalam Pasal 245 UU Pemilu disebutkan, batas bawah keterwakilan perempuan adalah 30 persen. Akan tetapi tidak ada batasan atas yang artinya diperbolehkan lebih dari 30 persen. (len)














