Tim tersebut juga memberikan edukasi tentang hama dan penyakit tanaman yang sering mengancam pada musim kemarau serta upaya yang bisa dilakukan untuk menangkalnya. “Kita terus pantau lahan pertanian di daerah-daerah yang berpotensi terimbas kemarau. Kita siapkan pompa air untuk kondisi darurat, guna menaikkan air dari sumber yang tersedia. Kita juga bisa membantu sumur tancap untuk membantu mengairi lahan pertanian,” katanya.
Selain itu BPTPH juga membangun embung sebagai langkah antisipasi kekeringan pada sejumlah daerah.
Sementara itu, Kepala Stasiun Meteorologi Minangkabau-Padang Pariaman, Desindra Deddy Kurniawan, yang dihubungi Haluan, Senin (5/6) membenarkan terjadinya kekeringan meteorologis. “Iya benar, kekeringan meteorologis itu artinya kekeringan yang disebabkan pengaruh curah hujan. Karena musim kemarau sudah masuk juga bulan Juni ini,” ucapnya.
Ia menambahkan puncak kemarau diprediksi terjadi pada bulan Juli. “Tapi masih normal, dalam artian sedikit curah hujan seperti musim kemarau umumnya. Walaupun cuaca siang hari bertambah panas,” katanya.
Menurut Desindra, kondisi tahun ini agak berbeda dengan kondisi kemarau tiga tahun belakang yang dipengaruhi oleh El nino la nina. “Imbauan untuk masyarakat musim kemarau saat ini memang agak berbeda apalagi untuk wilayah yang ada zona musimnya, berbeda tiga tahun lalu ada la nina, masih ada curah hujan. Kalau sekarang curah hujan sangat sedikit tapi masih dalam kategori normal,” kata dia.
Ia menambahkan pada saat ini, cuaca bertambah panas karena berkurangnya pertumbuhan awan. “Pertumbuhan awan mulai berkurang. Pada pagi hari karena tutupan awan sedikit, maka sinar matahari berupa gelombang pendek dapat maksimal diterima oleh permukaan bumi dan ini yang menyebabkan terasa panas,” ucapnya.














