“Tidak perlu banyak-banyak. Dua atau tiga inovasi pun cukup. Tapi penerapannya jelas di lapangan. Nah, disinilah peran pemerintah diperlukan. Tugas pemerintah tidak selesai hanya sampai menggelar iven saja. Jangan ketika Penas XVI selesai, terus pemerintah lepas tangan. Harus ada follow up dari pemerintah untuk memastikan ilmu yang diterima petani selama Penas KTNA tersebut benar-benar diterapkan,” ujarnya.
Diwujudkan dalam Bentuk Kebijakan
Praktisi pertanian Sumbar, Ir. Djoni, mengungkapkan bahwa sejatinya, esensi dari Penas KTNA adalah pertemuan antara kaum petani dengan pemangku kebijakan. Pertemuan inilah yang pada gilirannya menghasilkan dampak jangka panjang untuk sektor pertanian di Indonesia, khususnya Sumbar.
“Jadi, penas itu bukan yang pameran-pameran itu. Itu kan cuma ajang jual beli saja. Esensinya justru ada di pertemuan antara petani dengan pemerintah. Kapan lagi kan petani dari seluruh Indonesia bertemu dan berdialog langsung dengan pemerintah. Bertemu dengan menteri, bertemu dengan dirjen. Di situ sebenarnya inti dari Penas KTNA. Bukan yang pameran-pameran itu,” katanya saat ditemui Haluan di Dangau Inspirasi miliknya di Kelurahan Kurao Pagang, Kecamatan Nanggalo, Kota Padang, Selasa (20/6).
Dalam pertemuan-pertemuan tersebutlah para petani bisa menyampaikan langsung berbagai keluhan dan permasalahan yang berkembang di sektor pertanian kepada pemerintah. Tak hanya itu, dengan pertemuan dengan petani dari daerah lain, para petani juga bisa belajar tentang hal-hal baru.
Untuk pemerintah, ini bisa menjadi masukan langsung, yang disampaikan langsung oleh kaum petani. Sedangkan bagi petani, dalam ajang ini mereka bisa menerima informasi secara riil dari pemerintah.
Selanjutnya, setelah kembali ke daerah masing-masing, petani yang hadir diharapkan dapat membagi ilmu yang diterimanya selama Penas KTNA dengan petani-petani lain di daerah. Sementara, bagi pemerintah, semua keluhan dan masukan yang diterima selama Penas KTNA hendaknya bisa menjadi pertimbangan bagi perumusan kebijakan di sektor pertanian.
