Prof Elfindri menyebut, pengelolaan sektor pertanian Sumbar, mungkin perlu meniru strategi pengelolaan sektor pertanian negeri Belanda. Sebab menurut dia, meski luas wilayah negara Belanda hanya seluas Sumatera Barat, namun negeri kincir angin itu mampu menguasai pangsa pasar sayur mayur dunia. “Saya menawarkan agar Sumbar melakukan revisi RPJMD, kemudian membagi tugas dengan daerah-daerah untuk menyusun rencana spesialisasi komoditas pertanian yang akan dijagokan Sumbar,” ungkapnya.
Prof Elfindri menyebut, strategi spesialisasi komoditas pertanian, pernah terbukti berhasil diterapkan di Provinsi Gorontalo yang sempat tergolong sebagai daerah miskin. Dimana saat itu, kata dia, Gorontalo berhasil keluar dari status daerah miskin setelah menjadi daerah pengekspor jagung ke luar negeri. “Kemudian Sumbar juga perlu melakukan Riset And Development. Apalagi riset-riset hasil penelitian bidang pertanian kita saat ini sudah sangat melimpah. Entah itu di UNAND, UNP atau di kampus yang memiliki fakultas pertanian lainnya,” terangnya.
Strategi spesialisasi komoditas, sebut Prof Elfindri, juga sudah semestinya diterapkan pada sektor peternakan Sumbar. Sebab menurut dia, Sumbar memiliki potensi peternakan yang luar biasa lantaran memiliki potensi luasan lahan hijauan pakan ternak yang luar biasa.
Strategi spesialisasi komoditas peternakan itu pun, sebutnya, juga sangat tepat diterapkan Sumbar ketika masih dipimpin oleh pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur yang notabene diketahui berijazah sarjana pertanian dan peternakan. “Mumpung Gubernur dan Wakil Gubernur kita memiliki latar belakang sarjana pertanian dan peternakan, sudah saatnya kita tentukan, Sumbar mau merajai peternakan jenis apa, Kerbau, Kambing atau Sapi. Pada bidang peternakan kita patut belajar dari Skotlandia,” jelasnya.
Di negara Skotlandia, ucapnya, hampir tidak ditemukan pemandangan satu jengkalpun lahan kosong yang tidak memiliki ternak. Kondisi itu, tentu sangat kontras dengan Sumbar yang sampai saat ini masih terkesan hanya mengandalkan peternakan skala rumahan dengan ternak yang hanya berjumlah satu hingga tiga ekor ternak.
“Jadi wajar saja produksi daging kita masih sering tidak terpenuhi dan masih tergantung impor. Untuk itu, jika memang serius membenahi sektor pertanian, perkebunan maupun peternakan, Spesialisasi komoditas harus dilakukan,” Pungkasnya. (h/fzi)














