Sultanul menyebut, daerah-daerah yang berkaitan dengan permasalahan di bidang sumber daya alam tersebut yakni Kabupaten Pasaman, Solok, Kabupaten Solok Selatan, dan Kota Sawahlunto.
Perda Tanah Ulayat
Menanggapi kondisi itu, Direktur Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM), Rifai Lubis menyebut, Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Tanah Ulayat yang sedang digodok DPRD Sumbar, mesti memuat substansi hukum yang benar-benar melindungi serta bisa mengembalikan hak pengelolaan tanah negara bekas HGU kepada masyarakat adat.
Rifai menegaskan, setelah disahkan, Ranperda tanah ulayat harus menjadi solusi atas maraknya konflik agraria, pendudukan lahan atau bahkan demonstrasi penolakan yang dilancarkan masyarakat adat terhadap kehadiran perusahaan pemegang HGU di berbagai daerah.
“Jadi, jika Ranperda yang akan disahkan menjadi perda ini hanya berlaku bagi Tanah ulayat yang belum menjadi objek HGU, Perda ini pasti tidak akan maksimal. Sebab tanah ulayat Sumbar yang belum menjadi HGU jumlahnya hanya tinggal sedikit,” ujarnya kepada Haluan di Padang baru baru ini.
Rifai menyampaikan, Ranperda tanah ulayat harus menjadi instrumen hukum yang bisa mencegah penerbitan izin HGU di atas tanah ulayat milik masyarakat adat. Selain itu, Perda Tanah Ulayat juga harus berani menyatakan dengan tegas bahwa proses peralihan status tanah ulayat menjadi tanah HGU selama ini, dipenuhi dengan proses-proses yang dipenuhi pelanggaran hukum, HAM, intimidasi serta praktek yang merugikan masyarakat adat lainnya.
“Artinya, Perda Tanah Ulayat harus bisa memulihkan itu semua. Sebab bagaimanapun, penyusunan perda ini merupakan momentum bagi kita untuk meluruskan kembali proses-proses salah yang dulu pernah terlanjur terjadi,”tegasnya.














