HARIANHALUAN.ID- Kelangkaan gas elpiji 3 kg yang terjadi beberapa waktu belakangan sangat dikeluhkan oleh masyarakat. Persoalan ini mendapat kritikan tajam dari Anggota Komisi IV DPRD Sumbar, Khairuddin Simanjuntak. Khairuddin meminta pemerintah provinsi (Pemprov) Sumbar respon cepat menyikapi keluhan dari masyarakat ini.
Terhadap pertamina, Khairuddin meminta agar memperketat pengawasan pendistribusian. Pengawasan yang ketat ini harus dilakukan secara kontinue. Jangan ditunggu dulu terjadi kelangkaan, baru pertamina turun ke lapangan untuk pengawasan.
Khairuddin mengatakan, kelangkaan elpiji 3 kg ini juga dikeluhkan oleh masyarakat daerah pemilihannya di Kabupaten Pasaman. Di daerah pemilihan dewan dari Fraksi Partai Gerindra ini, khususnya di kecamatan sekitaran Panti dan Rao sudah cukup lama harga tidak sesuai HET. Untuk bisa mendapatkan gas bersubsidi 3 Kg, terang dia, masyarakat setempat harus rela membeli dengan harga di kisaran Rp25 ribu, bahkan di atas Rp30 ribu.
“Yang membuat saya heran kenapa elpiji 3 kg ini dipangkalan resmi cepat kosong. Kemudian hanya dapat ditemukan di kedai-kedai tidak resmi yang merupakan pengecer, dan masyarakat harus membeli dengan harga yang sangat tinggi,” katanya.
Khairuddin sendiri menilai, kelangkaan elipiji 3 kg kerap terjadi terjadi karena lemahnya pengawasan lapangan. Khususnya terkait para pembeli yang bukan merupakan warga miskin.
“Ini adalah soal pengawasan. Dimana peran pemerintah dalam melakukan pengawasan? Kita minta respon cepat dari Pemprov melalui dinas terkait. Untuk pertamina proses pendistribusian harus diperketat lagi, yang dilakukan secara berkelanjutan, jangan menunggu ada masalah baru pertamina turun,” ucapnya kepada Haluan, Minggu (30/7).
Selain meminta pertamina memperketat pengawasan, sebagai anggota Komisi yang bermitra dengan Dinas ESDM Ia meminta Pemprov melalui OPD terkait turun untuk melakukan sidak. Jika di lapangan ditemukan pelanggaran, ambil tindakan tegas.
Lebih lanjut Ia meminta kepada masyarakat, agar berperan serta melaporkan kepada pihak kepolisian jika ditemukan penyalahgunaaan atau harga yang jauh di atas HET. Karena menyelesaikan masalah ini butuh kebersamaan.
Kepada masyarakat yang bukan termasuk kategori tidak mampu dan bukan pelaku UMKM Khairuddin juga mengimbau agar tidak lagi menggunakan bahan bakar elpiji 3 kg, yang kemudian memicu kelangkaan.
“Butuh kesadaran kita semua, bahwa elpiji 3 kg hanya diperuntukkan bagi warga tak mampu dan pelaku UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah). Kepada yang mampu kita minta jangan lagi menggunakan elpiji bersubsidi ini,” tukasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Kota Padang, Amril Amin turut berkomentar terkait kelangkaan gas elpiji tabung melon ukuran 3 kg yang terjadi di Kota Padang beberapa minggu belakangan. Menurutnya, pihak terkait perlu mengusut dimana titik permasalahannya.
“Terkait kelangkaan gas inj perlu didudukkan lagi pada pihak yang bertanggunjawab, diusut disingkronkan permasalahannya dimana,” ujar Amril Amin yang dihubungi Haluan, Selasa (25/7).
Politisi dari Fraksi PAN yang juga memiliki usaha ritel ini menmabahkan pemerintah terkait juga harus hadir dan turut berperan agar kkndisi ini tidak menimbulkan gaduh di masyarakat.
Sebab, sambungnya gas merupakan kebutuhan harian masyarakat terutama masyatakat menengah kebawah yang menggunakan tabung elpiji 3 kg. Selain itu tidak sedikit juga UMKM di sektor makanan bergantung pada ketersediaan gas 3kg.
“Kalau perlu Dinas Perdagangan bersama Pertamina duduk bersama, apa solusinya jangan sampai masyarakat terdampak pula, kebutuhannya, penghasilannya. Sesegeramungkin cari penyebabnya,” tuturnya.
Diketahui Gas Elpiji tabung melon ukuran 3 kg masih langka di Kota Padang. Kondisi ini dikeluhkan sejumlah ibu-ibu yang kesulitan mencari gas tersebut.
Salah seorang warga di Gunung Pangilun, Widya (22) menyebut sudah berkeliling ke 4 kedai untuk mencari gas ukuran 3 kg.
“Di kedai biasa tidak ada, cek kedai terdekat lainnya juga tidak ada. Sampai di 3 kedai semuanya kosong. Di kedai keempat yang agak jauh saya kesana pakai motor baru ada,” ucapnya. Ia juga mengeluhkan harga gas yang ada juga naik dari harga normal.
“Biasanya Rp22 ribu sampai Rp23 ribu paling mahal. Tadi dapat harganya Rp26 ribu. Kalau buat ibu-ibu yang pengeluaran hariannya banyak itu sangat terasa kenaikannya,” ucapnya.
Hal yang sama disampaikan Ratna (54). Ia yang memiliki usaha menjual lauk pauk ini juga merasa kesulitan dengan langkanya gas elpiji 3 kg.
“Masih susah. Biasanya saya stok 2 tabung gas, karena memasak sebelum subuh. Jadi kalau habis dini hari itu tidak susah mencari. Tapi toko di sekeliling habis stok juga,” tuturnya.
Sementara itu, salah seorang pedagang yang ditemui Haluan, Amaik menyebutkan kondisi ini terjadi sudah lebih dari sepekan terakhir.
“Ada mungkin dua mingguan. Sudah lebih dari seminggu lah. Pemasoknya juga terlambat datang. Tidak tau juga kendalanya kenapa,” ujarnya.
Terkait hal ini, selain langkanya barang, untuk harga jual gas elpiji bersubsidi kondisinya sudah jauh di atas Haga Eceran Tertinggi (HET). Jika HET nya adalah Rp17.000, di lapangan masyarakat sudah harus membeli dengan harga Rp25 ribu, bahkan bisa mencapai Rp30 ribu per tabung. (*)














