Sebaiknya, kata dia, jika daerah atau negara ini ingin maju dan berkembang, pemerintah mesti berani mengambil keputusan di antara dua pilihan. Yaitu membiarkan mekanisme pasar bebas atau melakukan intervensi agar pasar berjalan sesuai dengan kepentingan ekonomi negara.
“Pada sistem ekonomi Pancasila yang anti kemiskinan ini, pemerintah selaku Policy Maker, sebaiknya memang perlu jor-joran untuk mengintervensi kemiskinan. Kebijakan yang menjawab akar persoalan penting untuk membantu masyarakat miskin,” jelasnya.
Menurut penulis buku ‘Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi Rakyat, Teori, Fakta dan Aplikasi’ ini, di negara Jepang, Cina, Korea serta negara maju lainnya, intervensi pemerintah dalam upaya mengembangkan potensi ekonomi lokal masyarakatnya sangatlah kuat dan kental “Dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang memberikan keleluasaan bagi daerah, saya berani bilang bahwa masalah desa adalah tanggung jawab pemerintah daerah,” ujarnya.
Namun sayangnya ia menilai, kebijakan mendasar pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan daerah masih belum terlihat. Pemerintah dengan postur APBD yang tidak begitu jauh berbeda dari tahun ke tahun, masih belum mampu mengatur dan mengontrol penggunaan anggaran secara baik efektif dan efisien.
“Adapun dana desa, namun dana itu hanya cenderung digunakan seperti misalnya membangun lapangan bola kaki dan program jangka pendek yang tidak menjawab persoalan kemiskinan dan rendahnya pendapatan dan sumber ekonomi desa yang tidak berdaya saing,” terangnya.
Ia menambahkan, faktor psikologis dan mental masyarakat, yang malas serta cenderung konsumtif pada hari ini, sedikit banyaknya juga menyebabkan terjadinya peningkatan angka kemiskinan di daerah perkotaan maupun perdesaan.














