Sebab menurutnya, bagi masyarakat Minangkabau persoalan tanah ulayat merupakan hal yang menyangkut hajat orang banyak dan berkaitan dengan Pusako yang menjadi status keberadaan suatu kaum, suku dan anak kemenakan. “Ilang Pusako habis Sako. Karena ini menyangkut anak dan kemenakan, maka gagasan para ulama perlu menjadi penyempurnaan Ranperda ini,” katanya.
Ia mengatakan MUI secara kelembagaan akan mempelajari Ranperda ini dan akan memberikan gagasan nantinya, sehingga bisa menjadi pertimbangan dari Komisi I DPRD Sumbar. Ulama harus diberikan ruang untuk ini.
Sementara itu, Tim Ahli Ranperda Tanah Ulayat Kurnia Warman mengatakan penelitian yang dilakukan pemerintah pusat khusus terkait dengan tanah ulayat menemukan bahwa setiap tahun lahan adat ini menghilang ditelan masa dan salah satu penyebab hilangnya adalah dikerjasamakan dengan pihak ketiga.
Selain itu lahan ulayat hilang karena tidak adanya dasar administrasi dari pengakuan tanah ulayat yang diatur oleh pemerintah. Selama ini klaim atas tanah ulayat hanya sebatas deklaratif tidak administrasi sehingga sulit untuk dikembalikan.
“Pemerintah pusat menyadari bahwa pengakuan terhadap tanah ulayat tidak cukup hanya dengan deklaratif tapi harus di administrasi secara jelas dan jika telah tercatat oleh negara tanah itu akan bisa dikembalikan kepada pemegang hak ulayat nagari, jadi Ranperda ini akan memberikan akses pendaftaran secara administrasi pada pemerintah pusat, ” pungkasnya. (h/fzi)














