Apalagi, sosok Anies Baswedan diasosiasikan sebagai representasi golongan Nasionalis. Sementara Cak Imin dianggap mewakili kalangan muslim religius. Makanya, berpasangan dengan Ketum PKB itu lebih logis dan menguntungkan bagi Anies Baswedan dan partai koalisi pendukung.
“Cak Imin memang berpeluang merebut suara di Jawa Timur. Namun, perlu diingat juga bahwa NU memiliki para Kyai yang rekomendasai politik mereka pasti akan sangat menentukan dukungan dari kalangan warga Nahdhatul Ulama,” jelasnya.
Jika akhirnya Muhaimin Iskandar gagal mendapatkan rekomendasi dari para Kyai sepuh NU atau kalangan Gusdurian pimpinan Yenny Wahid, kata Andi Rusta, koalisi yang hendak dibangun atas dasar politik aliran ini dapat dipastikan percuma dan bakal gagal tercapai.
Sementara bagi PKS, lanjut Andi Rusta, merapatnya Cak Imin juga menjadi keuntungan politik. Terutama jika PKS bisa menjadikan momentum ini sebagai bahan kampanye yang menyatakan bahwa gap antara PKS dan kaum Nahdliyin telah berakhir.
“Strategi Anies memilih Cak imin juga sangat mumpuni. Setidaknya bisa memecah suara di Jawa Timur sehingga tidak semerta-merta menjadi zona pertarungan antara Prabowo Subianto dan ganjar Pranowo saja.” jelasnya.
Meski demikian, menurut Andi Rusta perkembangan situasi politik terkini jelang Pilpres 2024 selama beberapa hari kedepan masih akan sangat dinamis. Gambaran reaksi dan keberhasilan strategi politik deklarasi pemasangan Anies Baswedan dan Cak Imin ini, baru akan terlihat usai adanya rilis survei resmi dari lembaga survei,














